Menurut Putra, berdasarkan ilmu tanatologi (ilmu yang mempelajari tentang kematian), ada dua penggolongan tanda-tanda kematian yakni primer dan sekunder.
Ia menjelaskan, tanda-tanda kematian primer yakni berhentinya naPas, sistem sirkulasi jantung, dan sistem saraf.
Sedangkan, tanda-tanda kematian sekunder yakni muncul lebam pada mayat, ada perubahan suhu menjadi lebih rendah, dan mulai proses pembusukan.
Selain itu, ada kondisi di mana mayat mengalami tanda-tanda kematian primer dan berhenti secara permanen, yang dinamakan mati somatis.
Menilik kasus yang terjadi pada jenazah SMW, Putra mengatakan bahwa hal ini serupa dengan kondisi mati seluler.
"Mati seluler adalah kondisi jenazah sudah mati somatis, tapi sel-selnya masih berfungsi. Jadi, ini bisa menjadi dasar kenapa sudah dikataKAn mati somatis, tapi masih bisa ada otot-otot yang bergerak karena sel-selnya masih ada yang hidup," ujar Putra.
"Ini sering disebut sebagai reaksi supravital. kejadian ini bisa sampai 2 jam dari mati somatis," lanjut dia.
Di sisi lain, Putra mengatakan bahwa saat ini tanda-tanda seseorang telah meninggal telah dapat diketahui berdasarkan alat-alat yang ada di rumah sakit.
"Seiring kemajuan teknologi, kalau di rumah sakit ini dengan adanya alat rekam jantung, jadi secara kematian klinis kelihatan nanti tanda kematian primernya berhenti," ujar Putra.