GridStar.ID-Virus Corona sudah 3 bulan mewabah di Indonesia.
Hingga kini, tak ada satu pun tanda-tanda kapan Pandemi ini akan berakhir.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun masih belum menunjukkan perubahan yang berarti.
Baca Juga: Hindari Covid-19 di Era Kehidupan New Normal, Ikuti Tata Cara WHO
Bahkan kini, Pemerintah Indonesia merencanakan kebijakan baru yaitu hidup berdamai dengan Wabah Virus Corona atau yang juga disebut dengan New Normal.
Dikutip dari TribunManado.com, penerapan new normal atau tatanan kehidupan baru tuai pro dan kontra.
Satu di antaranya datang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Pihak IDAI tak setuju dengan penerapan New Normal di sekolah.
Hal itu disampaikan Ketua Umum IDAI dokter Aman B Pulungan.
Hal itu diketahui melalui channel YouTube tvOneNews pada Selasa (02/06), dokter Aman B Pulungan meminta agar semua pihak bersabar.
Sekolah bisa dibuka jika kurva penyebaran Virus Corona sudah menurun.
"Kita didiklah anak kita di rumah dulu, kita tunggu sampai 2020 bersabarlah kita dulu."
"Sampai nanti pemeriksaannya cukup dan kami lihat kurva anak yang meninggal juga menurun," jelas dokter Aman.
Pasalnya, kurva pertambahan Virus Corona di Indonesia masih meningkat.
"Tiap minggu masih naik kurva anak yang meninggal tiap minggu masih naik kurva anak yang positif."
"PDP juga masih naik sekarang ya kan. Kami di hilir, kami yang merawat kami tahu jadinya," ujarnya keras.
Lalu, ia menyinggung soal herd immunity.
Menurut dia, dari 60 juta anak setengahnya bisa terancam terkena Virus Corona.
"Saya melihat kalau 60 juta anak ini masuk sekolah pada saat ini, kalau katanya lah belakangan ini trend teori herd immunity."
"Kalau 60 juta ini anak akan sekolah kalau kita mau mengambil ini herd immunity dibutuhkan 50 persen anak yang sakit," katanya.
Jika 30 anak sakit dan tingkat kematian Virus Corona di Indonesia rata-rata tiga hingga empat persen, maka ia memprediksi satu juta anak bisa meninggal karena Virus Corona.
"Jadi berarti 30 juta anak akan sakit, pertanyaan saya, anak siapa yang akan sakit 30 juta ini."
"Nah setelah dari 30 juta yang sakit kita ambil mortalitasnya angka kematian sekarang kita di Indonesia antara dua sampai lima persen, kita ambil angka 3 atau empat persen jadi akan ada satu juta yang meninggal," jelasnya.
Padahal, bagi dokter anak satu nyawapun sangat berharga.
"Saya tidak setuju, anak siapa yang akan meninggal, bagi kami dokter anak Indonesia, satu anak meninggalpun tidak boleh," ungkapnya. (*)