GridStar.ID - Lebih dari 2 juta pasien terjangkit Covid-19 di seluruh dunia.Sebanyak 2.089.617 orang positif corona berdasarkan data per 16 April 2020.Data menyebutkan 134.809 pasien meninggal dunia dan 516.202 dinyatakan sembuh.
Baca Juga: Ranking Teratas Tes SKD Auto PNS Hoaks, Pemerintah Bakal Tetap Gelar SKB CPNS 2019: Masa Darurat Covid-19 Berakhir, Panselnas Bahas Rencana Ujian Semenjak World Health Organization (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global, berbagai institusi dan lembaga berlomba-lomba untuk menemukan obat dan vaksin untuk penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini.Namun selain menemukan obat yang spesifik menyembuhkan pasien Covid-19, para peneliti juga mencoba menguji kelayakan obat yang sudah ada dan beredar di pasaran. Dihimpun Kompas.com, Jumat (17/04), berikut 5 di antaranya:Baca Juga: Waspada Gelombang Kedua, Puncak Pandemi Corona Diprediksi Juni hingga Juli Usai Dilaporkan Infeksi Covid-19 Jenis Baru
1. Avigan Avigan atau Favipiravir adalah obat antivirus dari Jepang yang dikembangkan oleh perusahaan Jepang, yaitu Fujifilm Toyama Chemical, dan diproduksi oleh Zheijang Hisun Pharmaceutical. Pada dasarnya, Avigan dikembangkan untuk mengobati virus influenza. Avigan tersebut diakui sebagai pengobatan eksperimental untuk pasien Covid-19. Situs Live Science menyebutkan, Avigan secara khusus dibuat untuk mengobati virus RNA. Virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 memang memiliki materi genetik utama RNA, bukan DNA. Obat ini menghentikan replikasi virus dengan melumpuhkan enzim yang disebut RNA Polimerase.
Baca Juga: Sebut Ini Satu-satunya Cara untuk Selamatkan Ekonomi Bangsa, Eks Menteri Perdagangan Minta BI Cetak Uang Rp 4.000 Triliun untuk Diberikan pada Rakyat di Tengah Pandemi CoronaMenurut jurnal Proceedings of Japan Academy, Ser.B, dan Physical and Biological Science, tertulis bahwa tanpa adanya enzim utuh, virus tidak dapat menggandakan materi genetik secara efisien dalam sel inang. Avigan menunjukkan hasil positif dalam uji klinis yang melibatkan 340 orang di Wuhan dan Shenzhen. Empat hari usai diberikan obat tersebut, para pasien Covid-19 dites kembali dan menunjukkan hasil negatif.Meski begitu, setengah pasien yang dites menunjukkan hasil negatif lebih awal, dan setengahnya lagi lebih dari empat hari. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat obat Avigan.
Ahli melihat bahwa pasien baru dinyatakan negatif dalam kurun waktu 11 hari pasca-tertular. Kondisi paru-paru yang ditunjukkan oleh sinar-X memperlihatkan adanya perbedaan besar antara pasien Covid-19 yang mengonsumsi Avigan dengan mereka yang tidak. Pada pasien yang mengonsumsi obat Avigan tampak kondisi paru meningkat 91 persen. Sedangkan yang tidak mengonsumsi obat Avigan, kualitas paru meningkat hanya 62 persen. Sementara itu, dalam uji coba di Wuhan, Avigan tampak memperpendek durasi demam pasien, dari rata-rata 4,2 hari menjadi 2,5 hari.
Baca Juga: Lakukan Impor Jamu Ilegal Hingga Pakai APD saat Kunjungan Kerja, Najwa Shihab Sindir Telak Kinerja Anggota Dewan di Tengah Pandemi Corona2. KlorokuinKlorokuin fosfat (chloroquine phosphate) merupakan senyawa sintetis (kimiawi) yang memiliki struktur sama dengan quinine sulfate. Quinine sulfate berasal dari ekstrak kulit batang pohon kina, yang selama ini juga menjadi obat bagi pasien malaria. Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran (Unpad), Keri Lestari, mengatakan bahwa kedua struktur tersebut (quinine sulfate dan chloroquine phosphate) memiliki manfaat yang sama dalam proses penyembuhan penyakit malaria. Klorokuin memang menjadi salah satu senyawa yang dianggap sebagai kandidat antivirus untuk Covid-19. Penelitian telah dilakukan oleh Wuhan Institute of Virology dari Chinese Academy of Sciences. Baca Juga: Tak Hanya Pada Orang Tua, Penelitian Ungkap Jenis Kelamin Ini dan Obesitas Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona! Ini Penjelasannya
Penelitian tersebut dilakukan oleh ahli virologi Manli Wang bersama timnya, dan telah dipublikasikan dalam jurnal Nature. Berdasarkan penelitian awal, klorokuin dapat menghambat kemampuan virus baru untuk menginfeksi dan tumbuh di dalam sel saat diuji pada kera.Situs Science News menyebutkan bahwa klorokuin dapat memblokir infeksi virus dengan mengganggu kemampuan beberapa virus, termasuk SARS-CoV-2, untuk memasuki sel.“Klorokuin juga dapat membantu sistem kekebalan tubuh melawan virus tanpa jenis reaksi berlebihan, yang dapat menyebabkan kegagalan organ,” tutur para peneliti.
Baca Juga: Menginjak Usia 5 Tahun Begini Potret Putri Kecil Pangeran William Saat Lakukan Aksi Sosial Bagikan Makanan ke Rumah Warga yang Terdampak Virus CoronaPakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit FKUI, dr Nafrialdi, sebelumnya menekankan perlunya uji klinis untuk dapat menetapkan klorokuin sebagai obat untuk melawan virus corona. Nafrialdi juga memiliki kekhawatiran karena klorokuin sebagai obat antimalaria juga sudah tidak lagi digunakan karena banyaknya kasus resisten malaria di sejumlah wilayah, termasuk Papua. Kendati demikian, apabila memang klorokuin dapat menjadi obat bagi pasien Covid-19, maka itu merupakan sinyal awal. “Itu mungkin hanya sinyal awal, tapi jangan langsung diterjemahkan bisa langsung dipakai. Perlu dilakukan serangkaian uji klinis untuk bisa menyatakan obat antimalaria menjadi obat virus corona,” tutur Nafrialdi kepada Kompas.com, Kamis (12/03).Baca Juga: Video Munculnya Bintang Turaya Heboh di Media Sosial Jadi Tanda Berakhirnya Wabah Virus Corona, Ini Penjelasan Ahli!
Namun baru-baru ini, sekelompok peneliti di Brasil menghentikan tes uji klorokuin terhadap pasien Covid-19. Ini karena sekelompok pasien yang mengonsumsi klorokuin dalam dosis tinggi mengalami kelainan ritme jantung yang serius.3. Remdesivir Remdesivir adalah obat antivirus yang berhasil menyembuhkan infeksi virus Ebola. Remdesivir adalah salah satu obat yang direkomendasikan WHO untuk diuji oleh para peneliti dalam menyembuhkan Covid-19. Remdesivir telah terbukti melawan virus SARS-CoV-2 pada tikus yang terinfeksi. Obat ini juga telah diuji pada manusia yaitu di Amerika Serikat, namun butuh responden lebih banyak untuk memastikan.
Baca Juga: Video Munculnya Bintang Turaya Heboh di Media Sosial Jadi Tanda Berakhirnya Wabah Virus Corona, Ini Penjelasan Ahli!4. Kombinasi lopinavir dan ritonavir Selain klorokuin dan remdesivir, WHO juga mengetes obat kombinasi lopinavir dan ritonavir. Kombinasi ini bekerja dengan baik untuk melawan virus HIV. Kombinasi obat ini bekerja langsung pada protein inti virus yang disebut protoase. Sama seperti remdesivir, kombinasi ini juga berhasil diuji pada tikus. (*)Artikel ini telah tayang di KOMPAS.com yang berjudul 4 Jenis Obat yang Diteliti untuk Sembuhkan Corona, Ini Daftarnya