Menanggapi hal tersebut, seorang pakar Lingkungan Hidup dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prabang Setyono memiliki penjelasannya sendiri.
Kemunculan cacing di dalam tanah dengan jumlah yang cukup banyak tersebut diduga karena adanya fenomena alam.
"Cacing itu habitatnya diagregat-agregat tanah. Sehingga bisa jadi yang pertama di situ kelembabnya telah terjadi perubahan drastis. Biasanya tanah itu berubah dari penghujan ke kemarau, biasa begitu," ujar Prabang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu, (18/04).
"Di dalam biasanya panas kelembabannya jelas berkurang. Biasanya cacing mesti keluar mencari perlindungan," sambungnya.
Meski menganggap ini sebuah fenomena alam, Prabang cukup terkejut dengan banyaknya jumlah cacing yang muncul ke permukaan.
"Saya juga kaget kok merata ini. Kayaknya tahun ini ada sedikit anomali. Mungkin ada dinamika suhu tanah dari dalam. Ini sedikit masuk logika. Gunung-gunung yang dulunya dianggap tidur ada istilahnya geotektoniknya begitu," ujar Prabang. (*)