GridStar.ID - Kasus Ferdy Sambo hingga kini masih menuai sorotan publik.
Hingga kini, isu percintaan dan LGBT justru mulai menjadi bola panas yang menyeret pihak-pihak yang terlibat.
Kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, menyinggung soal LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender).
Isu LGBT ini muncul dalam cuplikan wawancara Deolipa Yumara di TV One yang diunggah akun TikTok @holtemontea84.
“Ya kita serahterima perasaan, untung saja saya sama dia (Bharada E) bukan LGBT, bukan cowok sama cowok ya kan, mangkanya saya nggak jatuh cinta sama siapa ini (Bharada E),” ujar Deolipa Yumara.
Atas pernyataan Deolipa ini pun menarik perhatian netizen adalah karena mereka penasaran dengan motif sebenarnya di balik pembunuhan brigadir J.
Namun Deolipa tidak menjelaskan secara detail siapa yang dimaksud memiliki perasaan antara pria tersebut.
Diketahui, hingga saat ini Bareskrim Polri belum memberikan klarifikasi resmi mengenai motif yang melatarbelakangi pembunuhan Brigadir J tersebut, (pemberitaan Tribun-medan.com sebelumnya).
Mahfud MD sebut kasus menjijikan
Sementara, Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjadi salah satu petinggi yang hingga kini masih terus bersuara terkait kasus kematian Brigadir J.
Mahfud MD memang tak terang-terangan menguliti kasus yang mencoreng citra kepolisian ini, namun ia sedikit memberi angin segar kepada masyarakat agar tak ada lagi hal yang ditutupi oleh kepolisian dan pihak yang bersangkutan.
Saat menjadi bintang tamu dalam podcast Deddy Corbuzier pada, Jumat (12/8/2022), Mahfud MD sedikit mengulik skenario mantan Kadiv Propam tersebut. Mulanya, ia mengungkapkan dugaaan adanya ‘jebakan psikolgi’ oleh Ferdy Sambo guna mendukung skenario tembak-menembak yang sudah dirancang.
“Satu ke Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), Hari Senin Kompolnas diundang Ferdy Sambo ke kantornya. Hanya untuk apa? Hanya untuk nangis-nangis di depan Kompolnas,” ujar Mahfud dalam YouTube Deddy Corbuzier.
Mafud mengatakan jika Ferdy Sambo sengaja melakukan hal itu, untuk upaya prakondisi yang membuat dirinya terkesan sebagai orang yang teraniaya. Ferdy Sambo merasa menjadi pihak yang dirugikan karena istrinya dilecehkan, menurut skenario awal.
“Saya (Ferdy Sambo) teraniaya, kalau saya sendiri ada di situ saya tembak habis dia katanya gitu,” lanjut Mahfud menirukan ucapan Ferdy.
Kemudian, dijelaskan Mahfud, Ferdy tak hanya mendatangi Kompolnas namun ada beberapa pihak lain. Ada beberapa anggota DPR yang juga dihubungi Ferdy Sambo, namun saat dikonfirmasi tak bisa dihubungi. “Ada juga tuh anggota DPR, dia hubungin, namun pas ditelepon enggak diangkat,” terang Mahfud.
Mahfud menjelaskan jika dirinya awalnya hanya memantau semua yang terjadi, namun ia merasa banyak kejanggalan dalam kasus ini. “Nah itu kan skenario yang sudah dituliskan ya, jadi pas saya mendengarkan cerita, saya ajak Kompolnas untuk merubah perspektif karena tidak masuk akal,” terangnya.
Sebagai orang yang memiliki jabatan, Mahfud juga mencoba bertanya kepada pihak lain yang sudah berkomunikasi dengan Sambo dan istrinya. “Kemudian, saya juga mencoba untuk bertanya kepada Komnas HAM, usai Sambo dan Istri diperiksa, namun belum mendapatkan jawaban yang pas,” bebernya.
Mahfud menyebutkan jika kasus ini termasuk kasus besar dan cukup sulit untuk diugkapkan. “Saya udah tanyakan sama Komnas HAM, ‘Apa yang terjadi’, tapi ya mereka bilang pelecehan, karena sulit ya mereka bilang sulit memeriksa Sambo dan Istri, sulit disentuh,” ujarnya.
“Setelah dibentuk tim baru bisa disentuh, itu pun tidak langsung,” sambungnya. Oleh karena itu, hingga kini motif perlakuan Ferdy Sambo pun belum dijelaskan ke khalayak luas. “Jadi motifnya kan belum ada yang tau sampai sekarang, biar nanti di buka dipengadilan,” ujar Mahfud.
Sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD ternyata juga sempat dinilai terlalu ikut campur, namun ia tak peduli karena berniat ingin menunjukkan kebenaran. “Nah kemudian saya di bilang terlalu ikut campur, tidak, saya hanya mencoba untuk menunjukkan yang benar,” tegas Mahfud.
Oleh sebab itu, Mahfud MD mendorong pihak terkait untuk melakukan beberapa cara agar kasus ini bisa selesai dengan sebenar-benarnya. “Maka saya arahkan coba untuk autopsi ulang, ‘Polri autopsi ulang’, lalu Polri bilang tidak ada autopsi nanti saja,” ujar Mantan Hakim Konstitusi ini.
Kemudian Mahfud MD langsung membenarkan ucapannya. “Bukan kata Polri lah, kata penyidik dan pendukung Sambo yang di kepolisianlah,” ujarnya membenarkan.
Menurut Mahfud jika tak melakukan autopsi ulang, maka kepercayaan publik akan hilang. “Jadi saya bilang, itu jika tidak diautopsi ulang , maka kepercayaan publik akan hilang, akhirnya autopsi ulang,” ujarnya.
Kemudian Deddy Corbuzier penasaran, apakah semua hal yang terjadi atas perintah Menko Polhukam? Dengan tegas Mahfud menyangkal. Menurutnya, ia hanya memberi dorongan sesuai dengan usulan publik yang dinilai masuk akal. “Berarti ini semua atas perintah pak Mahfud? “ tanya Deddy Corbuzier.
“Oh tidak saya hanya memberikan usulan yang juga diambil dari usulan masyarakat yang masuk akal,” jawabnya.
Dijelaskan oleh Mahfud, jika masih banyak pihak yang ingin menutupi kasus ini, sebab takut namanya ikut terseret. “Kemudian masih ada saja yang menutupi, ada yang bilang hasil autopsi tidak boleh dibuka saya jawab, ‘siapa bilang’? Boleh saja dibuka itu ke publik, akhirnya dibuka,” terangnya melanjutkan.
Deddy pun penasaran dengan nama –nama yang akan ikut terseret dalam kasus ini. “Ini kalau dibuka sejujurnya, nanti akan ketahuan lagi yang lain lagi, itu gimana?” tanya Deddy.
Di jawab Mahfud, jika dalam kasus ini sudah ada 31 nama yang ikut terseret. Namun, Mahfud menyentil jika kasus judi, narkoba dan lainnya juga diungkap maka akan banyak lagi nama baru. “Kalau di kasus ini terorganisir ada 31 nama saja, jangan melebar kemana-mana,” paparnya.
“Jangan melebar ke judi, narkoba dan lainnya. Kalau itu nanti ada lagi, banyak itu,” sambungnya sembari tertawa.
Ia juga menyebutkan jika dirinya sudah mengetahui fakta dari kasus ini, namun memang bukan kewenangannya untuk membongkar. “Wah kalau mas Deddy tau yang lebih dalam, sensitif itu lebih parah lagi, makanya saya bicara yang udah diketahui publik saja,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan jika laporan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi sudah bisa dicabut. “Sebenarnya sudah cukup jelas, pelakunya bukan bharada E, dia hanya diperintahkan oleh beberapa orang yang saat itu ada di situ, kan berarti harusnya laporan pelecehan sudah tidak ada,” terangnya.
“Mungkin laporan pelecehan akan dicabut, di SP3 kan yang dituduh juga udah ditembak mati. Laporan pemeriksaan itu yang mengerikan campur menjijikkan jugalah,”ujar Mahfud MD.
Brigadir J dua kali ribut dengan RR setelah Percekcokan Sambo dengan Putri
Di sisi lain, Bharada E menyaksikan langsung pertengkaran antara Brigadir J dengan Bripka Ricky Rizal (RR) di Magelang dan di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga.
Bahkan, Bharada E sempat menasihati Brigadir J dan Bripka RR agar tak bertengkar di luar rumah.
Pertengkaran keduanya terjadi sesaat sebelum ditembak mati. Hal itu diungkap salah satu Kuasa Hukum Bharada E, Burhanuddin, dalam acara Breaking News TV One, pada Selasa malam (9/8/2022) lalu.
Pernyataan Burhanuddin itu disampaikan sebelum surat kuasanya dicabut oleh Bharada E pada Jumat (12/8/2022) kemarin. “Bharada E melihat korban bertengkar dengan salah satu tersangka RR di Magelang dan di rumah yang menjadi TKP,” ungkap Burhanuddin.
Terkait pemicu pertengkarannya, Bharada E mengaku tidak tahu. Menurut Burhanuddin, kejadian pertengkaran Brigadir J dengan Bripka RR ini sudah dimuat dalam BAP.
Selain masalah pertengkaran, Burhanuddin juga membenarkan Ferdy Sambo menawarkan uang kepada Bharada E. “Ceritanya memang seperti itu. Ini juga sudah ada di BAP,” kata Burhanuddin.
Sebelumnya, pada Selasa (9/8/2022) lalu yang dikutip dari siaran Kompas TV, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan bahwa pistol yang dipakai Bharada E untuk menembak Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga adalah milik Bripka Ricky Rizal (RR).
“Penembakan terhadap Brigadir J dilakukan atas perintah Saudara FS dengan menggunakan senjata milik Saudara Brigadir R,” kata Jenderal Listyo di Bareskrim Polri, Selasa (9/8/2022) malam.
Senjata api Glock 17 tersebut milik Bripka RR dan senjata api HS 9 milik Brigadir J.
Sudah Mulai Cekcok saat Merayakan HUT Pernikahan di Malang
Di momen anniversary pernikahan pada tanggal 6 Juli 2022, mulai mencuatnya percekcokan rumah tangga Irjen Ferdy Sambo (FS) dan drg.Putri Candrawathi (PC). Kemudian percekcokan meledak tepatnya pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Duren Tiga. Berikut rangkaian meledaknya rangkaian kasus ini:
Tepatnya pada tanggal 6 Juli 2022, kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik ada kegiatan yang dilakukan Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, serta para ajudannya termasuk Brigadir J dan Bharada E selama di Magelang. Mereka sempat merayakan anniversary pernikahan sebelum kembali ke Jakarta. Bahkan terlihat juga Brigadir J dan Bharada E yang turut merayakan acara anniversary pernikahan atasannya tersebut, sebagaimana diwartakan Tribunnews.com.
Menurut Taufan saat di Magelang semuanya dalam kondisi baik-baik saja dan tidak ada masalah. "Menceritakan bahwa ada perjalanan mulai dari Magelang, sebelum perjalanan itu bagaimana mereka disitu misalnya, ada anniversary, baik-baik semua. Intinya menggambarkan bahwa mereka baik-baik saja, enggak ada masalah apa-apa," kata Taufan dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Jumat (5/8/2022).
Sama halnya dengan mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara mangatakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 6 hingga tanggal 8 Juli itu menjadi pemicu terjadi pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurut pengakuan Bharada E, Deolipa menceritakan pada tanggal 6 Juli 2022, Ferdy Sambo bersama istri dan ajudan merayakan ulangtahun pernikahan di Magelang mulai pukul 22.00. WIB sampai pukul 01.00. WIB.
Mereka menikmati acara dengan santai. Namun, kabar yang berhembus, usai acara itu, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi sudah bertengkar. Tetapi tidak tahu masalah apa yang tengah diributkan.
Diduga percekcokan berlanjut ke Kamar tidur
Setelah merayakan anniversary, para staf dan ajudan tidur. Bharada E dan Brigadir Yosua (Brigadir J) turun ke bawah untuk istirahat. Tidak ada terjadi apa-apa di malam tersebut. Sementara Irjen Ferdy Sambo tidur bersama istrinya, Putri Candrawathi (PC) di lantai atas.
Pada Kamis (7/7/2022) pagi, Irjen Ferdy Sambo bersama adc-nya berangkat ke bandara di YogyaJakarta untuk terbang ke Jakarta. Saat Irjen Ferdy Sambo berangkat ke Jakarta melalui bandara, Brigadir Yosua tidak ikut.
Sedangkan Bripka RR dan Bharada E ikut keluar. Namun, informasi beredar, alasan Bripka RR dan Bharada E ikut keluar rumah untuk mengantarkan makanan kepada anak Ferdy Sambo dan PC ke Sekolah Taruna Nusantara.
Sementara yang tertinggal di rumah di antaranya Brigadir J, asisten rumah tangga bernama Susi, Kuwat Maruf (KM) sopir pribadi, dan seorang anak Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
Percekcokan Ferdy Sambo dengan Putri Candrawathi diduga berlanjut melalui telepon. Kemudian Putri pun menelfon Bharada E dengan menangis. Putri menanyakan keberadaan Bripka Ricky (diduga mengkonfirmasi sesuatu). Sontak, Bharada E menyerahkan ponsel itu ke Bripka Ricky. "Ditelfon Putri. Richard itu Ricky dimana? tolong kemari sembari menangis. Richard ngasih handphone ke Ricky. Lalu mereka buru-buru pulang,"ujar Deolipa pada acara Dua Sisi yang disiarkan di akun YouTube TVOne, Kamis (11/8/2022).
Putri yang menelfon dengan menangis membuat Bharada E bingung. Namun, berdasarkan pengakuan Bharada E, ia tidak tahu apa isi pembicaraan Ricky dengan Putri Candrawathi.
Ketika sampai di rumah, Bripka Ricky dan Bharada E bertemu dengan Kuwat, sopir pribadi. Mereka ingin naik ke atas untuk melihat kondisi Putri. Namun, dilarang oleh Kuwat. "Sampai di rumah, Ricky dan Richard naik ke atas, tapi di situ ada namanya Kuwat. 'Udah Richard (Bharada E) jangan ikut campur,' kata Kuwat,"ujar Deolipa menjelaskan keterangan Bharada E.
Bharada E pun tidak ikut masuk ke atas dan memilih kembali turun. "Akhirnya Richard turun. Pas saya tanya interview saya ke Richard (Bharada E), saya gak tahu bang. saya turun saja. Ya sudah di bawah saya ketemu Yosua. Tapi saya enggak tahu persoalan apa. Tapi Kuwat (KM) marah-marah di atas,"ujar Deo.
Pada Tanggal 8 Juli 2022 Mereka Berangkat dari Magelang ke Jakarta.
Pada Tanggal 8 Juli 2022 pagi rombongan Putri Candrawathi, Bripka RR, Bharada E, Kuwat (KM), anak Ferdy Sambo, dan Brigadir J berangkat dari Magelang ke Jakarta. Namun tidak seperti biasanya, Bripka RR sebagai pangkat tertinggi daripada semua ajudan keluarga Ferdy Sambo menyuruh Brigadir J ikut satu mobil dengannya. Sementara, Bharada E, Putri Candrawathi, KM, anaknya, dan staf lainnya dalam satu mobil. Di salah satu rest area di jalan tol rombongan sempat istirahat. Kemudian rombongan lanjut berangkat ke Jakarta.
Pada sore hari, rombongan tiba di rumah pribadi dan di sana sudah ada Irjen Ferdy Sambo. Kemudian setelah Test PCR, mereka pergi ke rumah dinas Duren Tiga. Kemudian Putri Candrawathi, Irjen Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR dan KM masuk ke dalam rumah. Sementara Brigadir J masih menunggu di luar.
Brigadir J Dieksekusi setelah dipanggil masuk ke dalam rumah
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengungkapkan Brigadir J terlebih dahulu dipanggil Irjen Ferdy Sambo untuk masuk ke dalam rumah sebelum ditembak. Awalnya, setibanya di rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Brigadir J tidak masuk ke dalam rumah.
Agus mengatakan, semua saksi di lokasi menyatakan Brigadir J sedang berada di pekarangan rumah. Kesaksian para saksi ini pula yang mematahkan tuduhan bahwa Brigadir J melecehkan dan menodongkan pistol ke istri Sambo, Putri Candrawathi, yang disebut sedang beristirahat di kamar. "Semua saksi kejadian menyatakan Brigadir Yosua tidak berada di dalam rumah, tapi di taman pekarangan depan rumah," ujar Agus, Jumat (12/8/2022) dikutip dari Kompas.com.
Keterangan tersebut dia dapat dari pemaparan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi dalam gelar perkara yang berlangsung sejak Jumat (12/8/2022) sore. Agus mengatakan, Brigadir J baru masuk ke dalam rumah dinas usai dipanggil atasannya, Irjen Ferdy Sambo. "Almarhum Yosua masuk saat dipanggil ke dalam oleh FS," imbuh dia. Setelah itu, barulah Ferdy Sambo memerintahkan ajudan lainnya, Richard Eliezer atau Bharada E, untuk menembak Brigadir J. Setelah Brigadir J ditembak, Putri Candrawathi histeris dan pulang ke rumah pribadi ditemani asisten pribadinya. Kemudian, sejumlah mobil dinas Div Propam tampak meluncur ke rumah dinas Duren Tiga, hal itu sesuai dengan rekaman CCTV di sekitar lokasi rumah dinas.
Setelah pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dan istrinya diduga menawarkan uang kepada Bharada E sebanyak Rp 1 miliar berbentuk dollar. Sedangkan Bripka RR dan KM masing-masing Rp 500 juta. Namun menurut mantan pengacaran Bharada E, Deolipa Yumara, hingga saat ini uang tersebut tak terealisasi diberikan.
Hingga kini, dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J ini, sudan ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo (Irjen FS), Bripka Ricky Rizal (Bripka RR), Bharada Richard Eliezer (Bharada E), dan ART Sambo bernama Kuat Ma'ruf (KM). Sambo kini ditahan di Markas Komando (Mako) Brigade Mobil (Brimob). Sementara sisanya ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul RAMAI Dibahas Soal LGBT dalam Kasus Ferdy Sambo, Mahfud MD: Kasus Mengerikan dan Menjijikkan