GridStar.ID -Minyak goreng mendadak menjadi barang langka di pasaran.
Seperti diketahui, pemerintah mebuat kebijakan untuk menurunkan harga minyak goreng kelapa sawit.
Namun, kebutuhan pokok satu ini menghilang dari pasaran sejak pemerintah menurunkan harganya.
Terkadang kebanyakan orang sampai harus mendatangi beberapa supermarket untuk mendapatkan minyak goreng.
Di peritel modern seperti supermarket dan minimarket, stok minyak goreng kosong.
Sementara di pasar tradisional harganya sudah jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah.
Namun, baru-baru ini terkuak salah satu trik licik dari salah satu supermarket.
Dimana ia memanfaatkan keadaan langkanya minyak goreng ini untuk meraup keuntungan.
Karena kasus ini pengurus harian YLKI bakal memberikan sanksi tegas.
Yeny Adriani (30) mengakui kesulitan mencari minyak goreng sejak akhir Januari lalu karena di semua supermarket yang dia datangi selalu kosong.
"Mungkin efek orang-orang yang panic buying pas awal-awal harga minyak turun, semua pada borong," kata Yeny kepada Kompas.com, Selasa (08/02).
Kesulitan Yeny mencari minyak goreng terus berlanjut. Ketika berbelanja di sebuah supermarket di kawasan Kota Serang, Banten, dia melihat rak minyak goreng kosong.
Di situ ada pemberitahuan bahwa minyak goreng bisa dibeli, tetapi langsung diambil di kasir. Sayangnya, kata dia, pembelian minyak goreng harus disertai dengan belanja barang lain.
Selain itu, ada batas minimal belanja agar bisa membeli minyak goreng.
Di warung tersebut harga minyak goreng mencapai Rp 42.000 per 2 liter. Mereknya pun bukan yang familiar dipakainya.
Akhirnya dia hanya membeli minyak kemasan ukuran 450 ml seharga Rp 10.000 sembari terus mencari minyak dengan harga normal.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan bahwa pedagang ataupun toko ritel modern dilarang menerapkan pemaksaan terstruktur melalui negative bundling ketika masyarakat sulit mendapatkan stok minyak goreng murah.
"Persyaratan belanja minimal untuk dapat membeli minyak goreng atau teknik negative bundling adalah bentuk pemaksaan secara terstruktur oleh manajemen supermarket kepada konsumen," kata Pengurus Harian YLKI Agus Sujatno kepada Kompas.com, Selasa (08/02).
Agus mengatakan, aturan tersebut merupakan tindakan diskriminatif dan tidak dapat dibenarkan. Sebab, pedagang memaksa konsumen membeli produk yang kemungkinan tidak dibutuhkan.
"Sebab, setiap kebutuhan konsumen akan berbeda-beda. Jika mensyaratkan minimal belanja, maka ada kewajiban konsumen untuk menebus barang lain yang tidak dibutuhkan," imbuh dia.
Agus menekankan, praktik tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Berdasarkan UUPK, pelaku usaha dilarang membuat aturan yang menyatakan bahwa konsumen tunduk pada ketentuan sepihak.
Ia menyarankan konsumen melaporkan praktik pemaksaan terstruktur melalui kanal pengaduan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ataupun lembaga lain yang berwenang.
Agus mengingatkan, pelaku usaha yang menerapkan praktik pemaksaan terhadap konsumen dapat dikenakan sanksi sesuai UUPK.
"Jika rujukannya UUPK, bisa sanksi dan denda. Sanksi maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar. Sebab, mereka sudah memberikan ketentuan wajib yang merugikan konsumen," pungkas Agus.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"Trik Supermarket Nakal Raup Untung dari Kelangkaan Minyak Goreng, Bikin Emak-emak Pusing"