Kabar Baik, Epidemiolog Ungkap Petaka Jika Pilkada Serentak Tak Ditunda saat Pandemi Covid-19: Potensi Jumlah Kasus 2.084.560

Kamis, 24 September 2020 | 14:32
Xinhua

Kabar Baik, Epidemiolog Ungkap Petaka Jika Pilkada Serentak Tak Ditunda saat Pandemi Covid-19: Potensi Jumlah Kasus 2.084.560

GridStar.ID - Baru-baru ini pemerintah sudah ketok palu tentang pelaksanaan Pilkada Serentak.

Pilkada Serentak ini diputuskan tetap dilangsungkan pada Desember 2020.

Ada 270 daerah pemilihan yang akan menyelenggarakan Pilkada di era pandemi covid-19 ini.

Baca Juga: Pamornya Menurun hingga Diaggap Gila Gara-Gara Gagal Nyaleg, Aldi Taher Buka Suara: Saya Sudah Begini Sebelum Pilkada

Melihat rencana ini, epidemiolog menyebut terdapat potensi besar munculnya klaster-klaster baru di saat klaster yang sebelumnya belum berhasil tertangani dengan optimal.

Hal itu disampaikan pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman dilansir dari Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

Dicky menyebut, Pilkada berpotensi membuat situasi pengendalian pandemi di Indonesia semakin buruk dan semakin tidak terkendali.

Baca Juga: Pupus Harapannya Maju Pilkada Sulawesi Tengah 2020, Pasha Ungu Gagal Penuhi Syarat Ini hingga Unggah Video Permintaan Maaf: Ini Bukan Akhir dari Segalanya

"Karena kita tahu saat ini saja klaster perkantoran, klaster rumah tangga, klaster pasar, ini sulit dikendalikan, ada lagi dan ada lagi walaupun diterapkan protokol (kesehatan)," kata Dicky.

Pihaknya tidak dapat memperkirakan seberapa besar kasus baru yang akan ditimbulkan jika pilkada serentak ini benar dilaksanakan.

Namun ia memastikan jumlahnya akan meningkat dengan signifikan. "Kalau jumlahnya, saya melihat ini akan bervariasi tiap daerah. Tapi yang jelas ini akan membuat kurva pandemi baik di provinsi tersebut maupun di Indonesia akan semakin tinggi, jauh semakin tinggi, jumlahnya kita engak tahu," ucap Dicky.

Baca Juga: Kini Banting Setir Masuk Dunia Politik, Adly Fairuz Tak Mau Ada Embel-Embel Cucu Ma'ruf Amin, Berani Maju Pilkada Karawang hingga Diusung 4 Partai!

Sementara itu dikutip dari Kontan (21/9/2020), epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan menyebut, kampanye langsung saat pilkada berpotensi meningkatkan risiko penyebaran virus.

Melihat dari aturan bahwa kampanye langsung diperbolehkan dengan jumlah 100 orang berkumpul, kemungkinan adanya paling tidak satu orang yang sudah terinfeksi Covid-19 adalah 99 persen (prevalensi Covid-19 di populasi 5 persen), dan jika diperhatikan dari kecepatan penularan Covid-19 (beta) sebesar 0,2 kasus terinfeksi per hari.

Maka melihat perhitungan tersebut, jika ada 100 orang berkumpul dan ada 10 orang sudah terinfeksi (prevalensi 10 persen) tanpa protokol kesehatan yang benar akan menularkan ke 2 orang baru.

Baca Juga: Digadang-Gadang Bakal Menang Telak Lawan Kotak Kosong, Gibran Rakabuming Malah Tak Ada Nyali Lawan Sosok Perempuan Ini, Siapa?

"Jadi kalau ada 10 orang kumpul seharian maka akan ada 2 orang tertular. Masalahnya di kampanye offline itu sulit pastikan jumlah orang pertama dan sulit juga pastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik," tutur Iwan dalam Diskusi Virtual Minggu (20/9/2020).

Berdasarkan hal tersebut apabila diambil perhitungan skenario tengah, maka diasumsikan jika terdapat 1 juta titik kumpul kampanye dengan masa 100 orang atau lebih, dimana terdapat satu orang dipastikan positif dalam satu kerumunan.

Dimungkinkan ada potensi 2 kasus dari tiap perkumpulan kampanye langsung. Maka diperkirakan bisa terdapat 2 juta orang terinfeksi Covid-19.

Baca Juga: Menantu dan Putra Sulung Presiden Maju ke Pilkada 2020, Rocky Gerung: Idul Adha Ayah Korbankan Anak atas Perintah Tuhan, Kalau Gibran Dikorbankan karena Ambisi Jokowi

"Ini skenario tengah-tengah, kalau kampanye ada 1 juta titik kumpul dengan masa 100 atau lebih. Kalau ini dilakukan, satu ini pasti ada satu positif. Ini akan potensi jumlah kasus, 2.084.560," jelas dia.

Namun kondisi belum berhenti di situ, mereka yang kembali ke rumah akan meningkatkan penularan di rumah tangga.

"Kalau kampanye offline maka akan ada potensi 5 juta orang terinfeksi, ini baru dia dan keluarga belum dia menularkan ke lingkungan," ungkap Iwan.

Baca Juga: Nama Suami Nagita Slavina Masuk Bursa Pilkada Tangsel, Raffi Ahmad Digoda Anak Ma'ruf Amin untuk Masuk Dunia Politik: Mau Nggak Jadi Wakil Saya?

Selain munculnya klaster-klaster baru, adanya Pilkada dengan didahului kampanye, juga berpotensi menyebabkan penyebaran virus bersifat merata di banyak daerah yang menyelenggarakan pilkada.

Dicky menyebut potensi lahirnya klaster baru ini disebabkan belum optimalnya cakupan pengujian dan pelacakan kasus infeksi di wilayah-wilayah Indonesia.

"Hanya 1, 2, 3 daerah (yang cakupannya optimal), itu pun belum benar-benar ideal, sisanya mayoritas lebih dari 90 persen itu jauh dari optimal atau terkendali," ujar dia.

Baca Juga: Sudah 7 Bulan Indonesia Didera Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Sudah Wanti-Wanti September Bakal Resesi, Ekonom Ramalkan: Tren Orang Miskin Baru Naik

Hal ini yang menurut Dicky membuat laju penyebaran virus di tengah masyarakat menjadi begitu tinggi, sekali pun protokol kesehatan telah diterapkan.

"Semua itu dikarenakan siapa orang yang membawa virus belum diketahui dan akhirnya banyak yang akan menjadi super spreader (orang positif Covid-19 yang tidak diketahui dan ada di tengah masyarakat)," ungkap dia.

Dicky menggarisbawahi kondisi yang ada saat ini bukan kondisi ideal untuk melakukan pilkada. Meskipun pemerintah telah merancang aturan pembatasan kegiatan kampanye dan protokol saat di lokasi pemilihan, namun Dicky menyebut hal itu belum cukup.

Baca Juga: Kabar Buruk, Dua Orang di Rumahnya Positif Covid-19 hingga Dilarikan ke Rumah Sakit, Nikita Mirzani Tak Jalani Isolasi Mandiri, Manajer Beberkan Hasil Tes Swab Nyai yang Ternyata...

"Sekali lagi saya tegaskan, yang namanya protokol kesehatan yang berupa 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) itu harus dilakukan di situasi di mana cakupan testing, tracing di wilayah tersebut juga ditingkatkan secara optimal," ungkapnya.

"3M itu bukan menjadi strategi utama, tapi strategi tambahan, untuk lebih mengoptimalisasi pelandaian dari kurva," lanjut Dicky.

Menurutnya, protokol kesehatan baru akan efektif jika diterapkan pada masyarakat atau wilayah yang realisasi pelaksanaan strategi pengendalian pandeminya berjalan dengan kokoh dan optimal.

Baca Juga: 2 Hari Kasus Positif Covid 19 Tembus 4 Ribu Orang, 38 Daerah Ini Kembali Masuk ke Zona Merah, Berikut Daftarnya

Sementara Indonesia saat ini menurtnya belum bisa dikatakan demikian.

Ini menyebabkan pelaksanaan protokol kesehatan tidak akan memberi dampak signifikan untuk menahan laju penyebaran virus, karena si pembawa virus saja tidak dikeahui siapa, yang mana, dan sebagainya.

"Inti pengendalian itu adalah di deteksi, early detection, kalau protokol itu sifatnya membantu dari strategi utamanya," tegasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Epidemiolog: Pilkada Serentak Potensial Lahirkan Banyak Klaster Baru"

Editor : Tiur Kartikawati Renata Sari

Sumber : kompas

Baca Lainnya