GridStar.ID - Presiden Joko Widodo pada Jumat (14/08) hadir sidang rapat tahunan MPR.
Penampilan dari Presiden saat itu berbeda dari biasanya.
Dalam rapat yang dilangsungkan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta tersebut Presiden Jokowi terlihat menggunakan pakaian adat.
Jokowi saat itu menggunakan pakaian adat khas dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pakaian tersebut terdiri dari kemeja hitam yang dililit balutan kain dengan corak emas yang mewah.
Baju adat NTT tersebut merupakan baju adat dari daerah Sabu.
Pakaian adat NTT untuk laki-laki ini terdiri dari Lehu (Destar), selimut 1, selimut 2 dan sabuk (dari Golo).
Dikutip dari Kompas.com, Dosen Program Studi Indonesia FIB UI Daniel Hariman Jacob mencoba menjelaskan pakaian adat Sabu yang dikenakan Jokowi.
Dia menjelaskan ada perbedaan antara sarung bunga palem besar/Hubi Ae dan bunga palem kecil/hubi iki.
Pada bunga palem besar/Hubi Ae, jenis dan motif sarung yang boleh dipakai adalah sarung Motif Raja atau Ei Raja dan bunga palem kecil adalah motif Le'do atau sarung Ei Ledo.
Biasanya penggunaan pakaian adat pada masa saat ini digunakan untuk acara keluarga, seperti pernikahan.
Di masa lalu pakaian adat biasanya dipakai dalam upacara adat Sabu, seperti upacara adat kelahiran anak, upacara saat bayi turun tanah, asah gigi, dan lamaran.
Motif yang dipakai tersebut menggambarkan mengenai Pula Sabu yang memiliki kekayaan alam terutama lontar dan kapas yang digunakan sebagai bahan mentah pembuatan kain adat Sabu.
Motif lain yang digunakan adalah motif Kekama Haba atau Gagang Wadah menyadap lontar dan motif Petola.
Bagian lain dari pakaian adat NTT yang memiliki cerita sendiri adalah tutup kepala.
Ada dua jenis ikat kepala yang ada di pulau Sabu, yaitu lehu (destar) dan lehu ketu (ketu adalah kepala).
"Yang pertama adalah ikat kepala dari batik yang dewasa ini dipakai oleh kaum laki-laki Sabu dan jenis tutup kepala kedua adalah tenunan berukuran kecil, disebut juga wai yang berarti sabuk," jelas Daniel. (*)