GridStar.ID - Tak hanya sekali saja pasien yang menceritakan mahalnya biaya perawatan karena virus corona.
Kali ini media sosial kembali digegerkan dengan sebuah unggahan tagihan rumah sakit dari seorang pasien yang menjalani perawatan karena Covid-19.
Kisah tersebut diunggah oleh akun twitter Juno @jtuvanyx pada Selasa (09/06).
"Ini biaya perawatan gw sblm masuk Wisma Atlet dulu. Krn hasil swab blm keluar jd merujuk pd diagnosa Bronchopneumonia (BP).
Kalo ada tmn/kenalan kalian yg bkeliaran di luar tnp masker dan ga soc distancing sodorin tagihan ini aja Udah siap bayar biaya2nya kalo kena Covid?" tulis Juno dalam twitnya.
Setelah Juno mengunggah foto tagihan rumah sakit, sejumlah warganet pun turut mengunggah foto tagihan rumah sakit dari penanganan Covid-19, tidak hanya puluhan juta, namun tagihan ada yang mencapai angka ratusan juta.
Akun Twitter Oky, @okyisokay mengunggah foto tagihan rumah sakit sebesar Rp 294.317.300 untuk perawatan pasien Covid selama 57 hari.
"Saya dikirimi contoh lain soal biaya pasien C-19. Hal-hal kayak gini gak permisi dulu, gak WA dulu, kalau sudah terjadi bisa apa," tulis Oky dalam twitnya.
Lantas, apa yang menjadi penyebab begitu mahalnya biaya perawatan atau penanganan Covid-19?
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyampaikan, ada beberapa tahapan di RS yang harus dilakukan pada pasien Covid-19 dan biaya ketersediaan alat medis tidaklah murah.
"Pertama, tes rapid itu tidak gratis, kalau orang dengan Covid-19 itu dites dulu positif, nunggu Polymerase Chain Reaction (PCR)-nya, biasanya dalam sekali tes habis Rp 1 juta," ujar Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/06).
Setelah tes PCR, pasien dengan hasil positif akan menjalani masa karantina dengan rawat inap di Rumah Sakit (RS) yang tentunya membuat biaya bertambah.
Selain itu, menurutnya obat untuk perawatan medis pasien Covid-19 juga tidaklah murah.
"Kalau sekarang yang rutin diberikan yang rawat inap diberi obat anti pembekuan darah, tapi ada juga yang molekuler itu yang lumayan mahal, sekali suntik Rp 300.000 sampai Rp 400.000 dalam satu obat, belum obat-obatan yang lainnya," lanjut dia.
Tak hanya dari biaya obat yang relatif mahal, pelayanan ruangan pun menjadi salah satu indikator membengkaknya tagihan RS untuk pasien Covid-19.
"Kalau rawat di ICU itu mahal banget, untuk sakit apa pun kalau dirawat di ICU paling enggak Rp 5 juta per harinya," ujar Zubairi.
Sebab, ketika pasien dirawat di ICU, ada sejumlah alat penunjang kesehatan pasien, seperti monitor yang menunjukkan kondisi pasien, apakah gagal organ jantung, paru, ginjal, otak, atau pembekuan darah di mana-mana.
Selain itu, tagihan BPJS juga tidak bisa dilakukan dengan cepat.
APD nakes menjadi tanggungan pasien dan keluarga
Zubairi menambahkan, membengkaknya tagihan RS juga disebabkan dengan pembebanan biaya pengadaan APD tenaga kesehatan (nakes) kepada pasien dan keluarga.
Menurutnya, sebagian besar APD tidak dibiayai oleh pemerintah.
"Satu APD-nya bisa seharga Rp 1 juta lebih," katanya lagi.
Tak hanya pengadaan obat dan alat kesehatan, penyediaan ruangan khusus untuk pasien Covid-19, imbuhnya juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Jadi kalau dipikir-pikir biaya untuk Covid mahal ya bayangin aja, memang biaya nakesnya banyak. Kalau dokter terlambat potong gaji, kalau pas hari libur, dokter tetap masuk dan tdak dapat penghasilan intensif," ujar Zubairi.
"Sehingga memang amat sangat berat, kalau ada sekian ratus trilun dana itu amat sangat diharapkan," pungkasnya.
Baca Juga: Hasil Penelitian: Deksametason Bisa Sembuhkan Pasien Kritis Covid-19?
Ruang perawatan khusus
Hal senada juga diungkapkah oleh Wakil Direktur Pendidikan dan Diklit sekaligus Jubir Satgas Covid-19 UNS/RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto.
Menurutnya ada beragam faktor yang membuat biaya penanganan pasien Covid-19 mahal.
Salah satunya yakni adanya penanganan di ruangan khusus.
"Penanganan pasien Covid relatif tinggi biayanya, karena keharusan sarpras dan lokasi perawatan di ruang khusus, dengan APD khusus. Jadi meningkat biayanya," ujar Tonang saat dihubungi terpisah, Kamis (18/06).
Ia menambahkan, diperlukan biaya lebih untuk tempat khusus guna perawatan Covid-19, dengan alur terpisah, dan dengan peralatan terpisah.
"Dalam Kepmenkes 238/2020 ditetapkan pagu maksimal cost-per-day sebagai batasan maksimal. RS bisa mengajukan klaim, tapi tidak mungkin melebihi batas tersebut," lanjut dia.
Sementara, untuk dapat mendapatkan klaim, harus ada proses verifikasi di BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, tidak serta merta RS mendapat dana yang besar.
Tonang mengatakan, proses verifikasi mengharuskan pelayanan ke pasien sesuai standar yang ditulis di Kepmenkes 238/2020.
Di sisi lain, jika menilik Permenkes 59/2016, biaya pelayanan penyakit infeksi emerging dengan potensi wabah, ditanggung oleh pemerintah.
Namun, karena RS sudah mulai merawat pasien Covid-19 lama sebelum Kepmenkes dan SE terbit, maka banyak warganet yang mengunggah tagihan RS ke media sosial.
"Kasus pertama Covid dilaporkan 2 Maret 2020, sejak itu RS mulai merawat pasien Covid. Kepmenkes baru terbit 6 April 2020. Masih belum clear, disusul terbit SE 295/2020 tanggal 24 April 2020, ada algi surat tangal 22 Mei 2020, jadi memang ada jeda waktu, banyak kasus sudah ditangani jauh sebelum peraturan soal pengajuan klaim itu terbit dan jelas mekanismenya," katanya lagi. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulRamai soal Biaya Penanganan Pasien Covid-19 sampai Ratusan Juta, Ini Penjelasannya...