Dukung Diskusi Pemecatan Presiden Berbuntut Ancaman Pembunuhan, Refly Harun Sebut Rezim Jokowi Bak Orde Baru: Seharusnya Malu Hati dan Mundur!

Selasa, 02 Juni 2020 | 22:30
Tribunnews

Dukung Diskusi Pemecatan Presiden Berbuntut Ancaman Pembunuhan, Refly Harun Sebut Rezim Jokowi Bak Orde Baru: Seharusnya Malu Hati dan Mundur!

GridStar.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun kembali membahas soal upaya pemberhentian presiden.

Refly dalam video YouTubenya menyayangkan seminar di UGM yang diberhentikan karena isu ancaman pembunuhan.

Seminar itu membahas soal pemberhentian presiden yang rencananya digelar oleh Fakultas Hukum UGM.

Baca Juga: Bak Angin Segar Legakan Masyarakat, Salah Satunya Disampaikan Tangan Kanan Jokowi, 6 Kabar Baik Terkait Pandemi Corona di Tanah Air, Apa Sajakah?

Namun karena dituduh makar dan mendapatkan ancaman, seminar itu urung digelar.

Refly pun mengaku sedih dengan batalnya seminar tersebut.

Sebab menurutnya, setelah era reformasi harusnya tak ada lagi ketakutan-ketakutan terakait hal semacam itu.

Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila di Tengah Pandemi Corona, Jokowi Sebut Wabah Covid-19 Alat Uji Kedisiplinan dan Kepatuhan Bangsa, Maksudnya?

"Saya sesungguhnya sedih," ungkap Refly, dikutip Sosok.ID dari YouTube Refly Harun, Senin (01/06).

"Saya berharap setelah terbitnya era reformasi tanggal 21 Mei 1998, di mana kita tahu itu menumbangkan rezim otoriter orde baru, saya berharap tak ada lagi ketakutan oleh sebuah komunitas akademik yang membahas isu-isu tertentu," katanya.

"Sekalipun isu itu berkaitan tentang pemberhentian seorang presiden, misalnya," lanjut Refly.

Baca Juga: Terjun Langsung Tinjau Mal Siapkan New Normal, Jokowi Ditertawakan Mantan Jubir SBY: Kalau Presiden Salah Siapa yang Mau Koreksi?

Refly kemudian menerangkan alasan kenapa kita tidak perlu khawatir dan paranoid dengan isu-isu demikian.

Menurutnya, era kepemimpinan Presiden Jokowi memiliki nuansa yang serupa dengan rezim orde baru.

"Saya pernah mengalami masa kelam orde baru, waktu itu berpendapat begitu takutnya, begitu khawatirnya," kata Refly.

"Khawatir ditangkap, khawatir dipidanakan," lanjutnya.

Baca Juga: Putuskan Mualaf Demi Sandang Status Mantu Orang Nomor Satu di Indonesia, Penampilan Selvi Avanda Kembali Jadi Sorotan saat Lebaran Bersama Keluarga Besarnya

"Tapi sadar atau tidak, nuansa itu ada saat ini," katanya.

Refly menganggap kesamaan nuansa itu muncul karena masyarakat tidak dapat berpendapat dengan tenang di negara demokrasi.

"Jadi seperti kita sedang diintai, kepleset omongannya maka akan berlakulah undang-undang ITE," ujar Refly.

Baca Juga: Kurva Menurun dalam 5 Hari Berturut-turut, Puncak Pandemi Corona di Indonesia Sudah Terlewati? Ini Jawaban Tangan Kanan Jokowi

Ia merasa hal itu telah meningkatkan upaya menyebarnya kebencian dan rasa permusuhan di Tanah Air.

Padahal menurutnya, kritik dalam pemerintahan demokrasi adalah suntikan vitamin bagi pemimpin.

"Dan tugas intelektual, tugas akademisi (merujuk pada isu seminar UGM), adalah memberikan masukan-masukan yang berharga," katanya.

Baca Juga: Jalani Pemotretan Bersama, Gemasnya Cucu Pertama dan Kedua Presiden Jokowi saat Kenakan Pakaian Adat Jawa

Ia juga setuju dengan dilayangkannya kritik dalam praktik penyelenggaraan negara yang menyimpang.

"Kalau seandainya dia (akademisi) memandang bahwa ada hal-hal yang tidak benar dalam praktik penyelanggaraan negara ini, itu sah-sah saja (mengkritik) sebagai hak warga negara," sebutnya.

Oleh karenanya Refly menyangkan batalnya seminar UGM terkait pemberhentian presiden yang dibatalkan.

Baca Juga: Ketar-Ketir, Tinjau Persiapan Hidup Normal Berdamai dengan Covid-19, Jokowi Kerahkan TNI-Polri untuk Disiplinkan Masyarakat di 1800 Obyek Keramaian Menjelang 'New Normal'

"Jadi tidak perlu harus dicurigai akan ada makar, akan ada gerakan menjatuhkan presiden dan lain sebagainya," kata Refly.

"Kita harus membedakan antara keinginan memberhentikan presiden yang jalannya sudah diatur dalam konstitusi, dengan keinginan lain yaitu presiden mengundurkan diri," jelasnya.

Refly mengatakan, jika terkait pejabat mengundurkan diri itu adalah hak dan subjektivitas pejabat yang bersangkutan.

Baca Juga: Ketar-Ketir, Tinjau Persiapan Hidup Normal Berdamai dengan Covid-19, Jokowi Kerahkan TNI-Polri untuk Disiplinkan Masyarakat di 1800 Obyek Keramaian Menjelang 'New Normal'

Sesuai dengan TAP MPR Nomor 06 Tahun 2001 yang mengatur tentang etika bernegara, disebutkan bahwa pejabat yang kehilangan kepercayaan dari rakyat sebaiknya merasa malu.

"Seharusnya malu hati dan mundur, tapi itu tidak hanya berlaku untuk presiden saja. Itu untuk umum," sebutnya.

"Semua pejabat di republik ini kalau tidak mendapatkan kepercayaan ya harus tahu diri," kata Refly.

(*)

Artikel ini telah tayang di Sosok.Id dengan judul Dukung Diskusi Pemecatan Presiden, Refly Harun Sebut Rezim Jokowi Bak Orde Baru: Tidak Dipercaya Rakyat Ya Harus Tahu Diri

Editor : Hinggar

Sumber : Sosok.id

Baca Lainnya