GridStar.ID - Usai Presiden Joko Widodo mengumumkan ada 2 pasien WNI yang positif virus corona, perhatian publik semakin tertuju pada COVID-19.
Mewabah ke banyak negara, virus ini membuat persediaan masker dan hand sanitizer langka, habis.
Bahkan, karena kelangkaan tersebut, masker dan hand sanitizer dihargai dengan nominal tak lazim.
Melansir dari TribunStyle, satu boks yang berisi 50 masker dihargai hingga Rp300 ribu padahal harga normalnya hanya Rp20r ribu.
Tak hanya itu, hand sanitizer ukuran 500 mililiter dijual dengan harga Rp85.000 padahal biasanya terjual dengan harga Rp25 ribu.
Melihat fenomena tersebut, Polri pun mengawasi oknum-oknum nakal yang menimbun masker dan hand sanitizer seperti dilansir dari Kompas.com.
"Kita masih jalan melakukan penyelidikan seandainya ada yang melakukan penimbunan secara tidak sah," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (02/03).
Aparat kepolisian juga mengimbau masyarakat agar tetap tenang.
"Jadi masyarakat tidak usah panik, pemerintah semuanya sudah bekerja untuk menangani kasus ini," kata Argo.
"Kalau dia ternyata memiliki kesengajaan untuk menimbun untuk keuntungan, ya kita bisa dalami apa kira-kira motif dia.”
“Yang jelas penegakan hukumnya harus dimulai dari pendalaman motif itu," tutur Asep di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menuturkan oknum yang mengambil keuntungan dengan menimbun barang dapat dijerat Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
"Aturan yang mengakomodir selalu didasarkan pada orientasi mengambil keuntungan besar dengan cara tidak wajar bahkan merugikan orang lain yaitu menimbun barang," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com pada Senin.
Pasal 107 UU tersebut berbunyi:
"Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat dan/atau terjadi hambatan kelangkaan lalu Barang, lintas gejolak Perdagangan harga, Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)."
Efek jera Fickar mengatakan, ancaman hukuman tersebut memungkinkan polisi melakukan penangkapan dan penahanan secara paksa.
Maka dari itu, ia menilai polisi perlu menindak cepat oknum-oknum tersebut.
"Karenanya menjadi relevan penegak hukum melakukan tindakan yang cepat, sebagai upaya shock therapy agar oknum-oknum yang mencari untung dengan merugikan kepentingan umum dapat mengurungkan niatnya," ujar Fickar. (*)