GridStar.ID-Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Rahmad Handoyo menilai bahwa BPJS Kesehatan semestinya diperuntukkan semua warga tanpa terkecuali, entah itu kaya ataupun miskin.
Hal ini juga sudah diatur dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Demi kelangsungan BPJS untuk bisa terus memberikan pelayanan kesehatan sesuai amanah konstitusi dan amanah UU maka dibutuhkan gotong royong," kata Rahmad kepada Kompas.com, Kamis (24/11).
Hal itu disampaikan Rahmad untuk merespons pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyentil orang kaya berobat menggunakan BPJS Kesehatan.
Rahmad menjelaskan, akar masalahnya bukan pada kaya atau miskinnya peserta BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan, ada banyak temuan lapangan bahwa Penerima Bantuan Iuran (PBI) salah sasaran. Menurutnya, banyak orang kaya masuk dalam PBI.
Hal ini, katanya, berkaitan dengan persoalan input data PBI BPJS Kesehatan.
"Bila orang kaya terus mendapatkan iuran PBI BPJS, tentu ini salah sasaran (tidak tepat sasaran), mengingat warga yang kaya tidak seharusnya dapat iuran PBI dari pemerintah," jelasnya.
Oleh karena itu, Rahmad menilai input data PBI menjadi hal yang krusial menangani masalah BPJS tidak tepat sasaran, bukan melarang orang kaya tak pakai BPJS Kesehatan.
Sebaliknya, Rahmad berpandangan bahwa pemerintah semestinya yang mengeluarkan warga kaya dari iuran PBI dengan bergotong royong iuran mandiri.
"Sehingga, warga yang benar-benar membutuhkan negara, iuran PBI bagi warga yang benar-benar tidak mampu. Sedangkan warga yang kaya dibutuhkan kegotongroyongan dengan membayar mandiri iuran BPJS," ujarnya.
Politisi PDI-P ini mengakui bahwa perbaikan data dibutuhkan waktu dan kolaborasi.
Dia meminta tidak hanya pemerintah pusat yang bekerja memperbaiki data, tetapi hingga pemerintah daerah.
"Karena praktik input data diperoleh dari pemerintah daerah yang melibatkan data dari RT, RW, desa, kelurahan, kecamatan, sampai dinas sosial setempat," kata Rahmad.
Menkes sindir orang kaya
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin membeberkan bahwa BPJS Kesehatan selama ini harus menanggung beban pengobatan orang-orang yang tergolong kaya, bahkan ada di antaranya yang termasuk golongan konglomerat alias orang superkaya.
Menurut Budi, mendeteksi peserta BPJS Kesehatan dari golongan kaya raya sebenarnya cukup mudah. Dari bermodalkan nomor NIK KTP, bisa ditelusuri pengeluaran kartu kredit hingga tagihan listrik rumahnya.
Semakin kaya orang itu, semakin banyak pengeluaran yang terdeteksi. Menurut dia, tak seharusnya mereka yang termasuk golongan kaya raya ikut menikmati layanan kesehatan dan tidak membebani keuangan BPJS Kesehatan.
"Saya sendiri nanti mau ngomong sama Pak Ghufron (Direktur Utama BPJS Kesehatan), saya mau lihat 1.000 orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya," kata Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes yang disiarkan secara virtual, Rabu (23/11).
Baca Juga: Tidak Pernah Dipakai, Benarkah BPJS Kesehatan Bisa Dicairkan?
"Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA (kilovolt ampere), kalau kVA-nya udah di atas 6.600 ya pasti itu adalah orang yang salah (tidak seharusnya ditanggung BPJS Kesehatan),” ujar Budi lagi. Meski dinilai kurang etik, lanjut Budi, perilaku orang kaya yang berobat menggunakan BPJS Kesehatan tak sepenuhnya melanggar aturan. Sebab, layanan di BPJS Kesehatan belum mengakomodasi untuk semua kelas ekonomi.
Meski dinilai kurang etik, lanjut Budi, perilaku orang kaya yang berobat menggunakan BPJS Kesehatan tak sepenuhnya melanggar aturan. Sebab, layanan di BPJS Kesehatan belum mengakomodasi untuk semua kelas ekonomi.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Daftar BPJS Kesehatan PBI, Iuran Gratis Ditanggung Pemerintah".