Pendiri Kompas Gramedia Tutup Usia, Biodata Jakob Oetama yang Geluti Jurnalistik Sejak Muda

Rabu, 09 September 2020 | 14:57
Arsip Kompas Gramedia

Berita Duka, Jakob Oetama Pendiri Kompas Gramedia Sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Tutup Usia.

GridStar.ID - Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama tutup usia hari ini, Rabu (09/09).

Berikut biodata Jakob Oetama, pria kelahiran Magelang, 27 September 1931.

Desa tempat kelahirannya bernama Jowahan terletak sekitar 500 meter sebelah timur Candi Borobudur.

Baca Juga: Berita Duka, Jakob Oetama Pendiri Kompas Gramedia Sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Tutup Usia

Ayahnya bernama Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo seorang pensiunan guru Sekolah Rakyat di Sleman, Yogyakarta dan ibunya bernama Margaretha Kartonah.

Jakob merupakan putra pertama dari 13 bersaudara.

Cita-cita awal Jakob adalah menjadi pastor. Namun pekerjaan ayahnya sebagai guru membuat Jakob untuk tidak melanjutkan cita-cita awalnya.

Baca Juga: Bersimpuh di Hadapan Keranda Jenazah dengan Kata-Kata Menyayat Hati, Engku Emran dan Aleesya Kabarkan Berita Duka, Ada Apa?

Jakob Oetama dikenal sebagai salah satu tokoh berpengaruh di Indonesia.

Ia merupakan salah satu pendiri Kompas Gramedia Group bersama dengan Petrus Kanisius (PK) Ojong.

Riwayat Pendidikan

Seperti dikutip dari tribunnewswiki dalam artikel berjudul "Jakob Oetama", Jakob Oetama memulai kariernya setelah keluar dari Seminari di Yogyakarta.

Baca Juga: Berita Duka, Ibu Mertua Uut Permatasari Tutup Usia dalam Keadaan Tertidur Saat Ibadah Puasa: Beliau Tak Mengeluhkan Rasa Sakit

Jakob ingin menjadi guru seperti ayahnya.

Ayahnya kemudian meminta Jakob untuk pergi ke Jakarta menemui kerabat bernama Yohanes Yosep Supatmo.

Supatmo sendiri bukanlah seorang guru namun memiliki Yayasan Pendidikan Budaya yang mengelola sekolah-sekolah budaya.

Baca Juga: Berita Duka, Pemeran Abah dalam Serial Keluarga Cemara Berpulang, Sang Istri Ungkap Riwayat Penyakit yang Diderita Adi Kurdi Sebelum Meninggal

Pekerjaan pertama Jakob bukanlah sebagai guru di Yayasan milik Supatmo melainkan sebagai guru di SMP Mardiyuwana Cipanas, Jawa Barat pada 1952 sampai 1953.

Kemudian Jakob pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta pada 1953-1954 dan pindah lagi ke SMP Van Lith di Gunung Sahari pada 1954-1956.

Sekolah-sekolah tersebut di bawah asuhan para pastor Kongregasi Ordo Fratrum Minorum (OFM) atau disebut Fransiskan.

Baca Juga: Dikenal Sejak Berperan Sebagai Wiro Sableng, Abi Cancer Dikabarkan Meninggal Dunia, Sang Istri Beberkan Riwayat Penyakitnya

Saat itu Jakob tinggal di kompleks Sekolah Vincentius di Kramat Raya, Jakarta Pusat atau sekarang menjadi kompleks Panti Asuhan Vincentius Putra.

Sambil mengajar SMP Jakob kemudian melanjutkan studinya pada tingkat tinggi.

Jakob memilih kuliah B-1 Ilmu Sejarah. Setelah lulus melanjutkan di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Publisistik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Baca Juga: Ingin Lupakan Mendiang Suaminya yang Belum Lama Meninggal karena Infeksi Paru-Paru, Intan RJ Malah Akan Jual Semua Barang Demi Anak-Anak! Kenapa?

Mengenal Dunia Jurnalistik

Minat menulis Jakob tumbuh seiring dengan belajar sejarah.

Kecintaannya dengan dunia jurnalistik tumbuh ketika mendapat pekerjaan sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur di Jakarta dan memutuskan berhenti mengajar pada 1956.

Tugas utamanya di Penabur adalah menjalankan peran sebagai pemimpin direksi.

Baca Juga: Mengeluhkan Sakit Lambung hingga Terjatuh, Begini Kronologi meninggalnya Penyanyi Nyentrik Rama Aiphama

Jakob sempat direkomendasikan mendapatkan beasiswa di University of Columbia, Amerika Serikat oleh salah satu guru sejarahnya ketika bersekolah di B-1 Sejarah yang juga seorang pastor Belanda, Van den Berg, SJ.

Jakob akan memperoleh gelar PhD dan akan menjadi sejarawan atau dosen sejarah.

Jakob juga sempat diterima sebagai dosen di Universitas Parahyangan (Unpar), Bandung, dan disiapkan rumah dinas bagi keluarganya.

Baca Juga: Ayah Penyanyi Sandhy Sondoro Meninggal Dunia, Tambah Rentetan Berita Duka dari Dunia Hiburan Setelah Ibunda Baim Wong dan Ashraf Sinclair

Unpar juga sudah menyiapkan rekomendasi PhD di Universitas Leuven, Belgia setelah Jakob beberapa tahun mengajar di sana.

Jakob merasa bimbang apakah ingin menjadi wartawan profesional ataukah guru profesional.

Kemudian Jakob menemui Pastor JW Oudejans OFM, pemimpin umum di mingguan Penabur.

Baca Juga: Berita Duka dari Taeyeon SNSD, Harusnya jadi Hari Ulang Tahun, Leader Girlband Ini Malah Kehilangan sang Ayah untuk Selamanya

Oudejans, Pastor tersebut menasihatinya bahwa guru sudah banyak namun wartawan tidak.

Saat itulah yang menjadikan titik balik Jakob untuk fokus menggeluti dunia jurnalistik.

Pertemuan dengan PK Ojong

Pada awal 1960-an Jakob aktif menjadi pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia bersama Petrus Kanisiun (PK) Ojong.

Baca Juga: Seminggu Dirawat Intensif Akibat Infeksi Paru-Paru, Suami Penyanyi Intan RJ, Indra Utama Tutup Usia, Mona Ratuliu: Nggak Bisa Bilang Apa-Apa, Pengen Peluk

Persahabatan Jakob dan Ojong berasal dari kesamaan pandangan politik dan nilai kemanusiaan yang dianut.

Pada April 1961, PK Ojong mengajak Jakob untuk mendirikan sebuah majalah.

Majalah tersebut diberi nama Intisari mengenai perkembangan dunia ilmu pengetahuan.

Baca Juga: Dijuluki Robin Hood Indonesia, Aktor Johny Indo Meninggal Dunia di Usia 72 Tahun

Majalah Intisari yang didirikan oleh Jakob Oetama dan PK Ojong Bersama J. Adisubrata dan Irawati SH pertama kali terbit pada 17 Agustus 1963.

Majalah ini bertujuan untuk memberi bacaan bermutu dan membuka cakrawala masyarakat Indonesia.

Intisari juga dibuat sebagai pandangan politik Jakob dan Ojong yang menolak belenggu terhadap masuknya informasi dari luar.

Baca Juga: Beli Buku Tak Perlu Keluar Rumah, Gramedia Gelar Online Book Fair dan Berikan Diskon Hingga 50 Persen, Catat Tanggal dan Produk yang Ditawarkannya

Dalam penerbitannya, Intisari juga melibatkan banyak ahli di antaranya adalah ahli ekonomi Prof. Widjojo Nitisastro, penulis masalah-masalah ekonomi terkenal seperti Drs. Sanjoto Sasstromohardjo, dan sejarawan muda Nugroho Notosusanto.

Berkat pergaulan PK Ojong yang sangat luaslah Intisari berhasil terbit.

Saat itu Intisari terbit dengan tampilan hitam putih dan tanpa sampul.

Baca Juga: Sudah 9 Tahun Sejak Kepergian Adjie Massaid, Aaliyah Massaid Kenang Keinginan Terakhir sang Ayah yang Tak Terpenuhi, Nama Reza Artamevia Disebut

Intisari mendapat respon yang baik dari para pembaca dan beroplah 11.000 eksemplar.

kehadiran Intisari dianggap masih belum cukup.

Di tahun 1965 Jakob Bersama PK Ojong mendirikan Surat Kabar Kompas.

Baca Juga: Kabar Duka, Salah Satu Anggota Keluarga Ahok Meninggal Dunia, BTP Boyong Puput Nastiti Devi ke Kampung Halaman

Saat itu Indonesia sedang berada pada masa pemberontakan PKI.

Kemudian didirikanlah Surat Kabar Kompas yang dimaksudkan untuk menjadi pilihan alternatif dari banyaknya media partisan yang terbentuk dari kondisi politik Indonesia pasca Pemilu 1995.

Nama Kompas sendiri merupakan pemberian dari Presiden Soekarno yang berarti penunjuk arah.

Baca Juga: 3 Pasien Covid-19 di Banyumas Meninggal Dunia Mendadak Padahal Kesehatannya Tak Menurun, Waspada Happy Hypoxia Gejala Corona Baru yang Bisa Menyebabkan Kehilangan Kesadaran

Sebelumnya, nama yang akan dipilih adalah ‘Bentara Rakyat’ yang berarti koran itu ditujukan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat rakyat.

Moto yang dipilih pun “Amanat Penderitaan Rakyat”.

Namun Presiden Soekarno saat itu kurang setuju dan mengusulkan nama “Kompas”.

Baca Juga: Pemain Black Panther, Chadwick Boseman Meninggal Dunia Setelah 4 Tahun Berjuang Melawan Kanker Usus

Kemudian dari perkembangan Kompas inilah berdiri kelompok usaha Kompas Gramedia.

Mengutip dari Kompas.com, dalam perjalanan membesarkan Intisari dan Kompas, Jakob Oetama dan PK Ojong berbagi tugas.

Jakob bertanggung jawab atas editorial sedangkan Ojong bertanggung jawab atas bisnis.

Baca Juga: Kisah Perjalanan Proses Hijrah Seorang Nikita Willy, sang Ratu Sinetron Sempat Takut dengan Reaksi Buruk Teman-temannya Mengetahui Perubahan Baik yang Dirinya Lakukan Usai sang Ayah Meninggal Dunia

Jakob dan Ojong selalu menanamkan pentingnya nilai kemanusiaan dan etika jurnalistik yang tinggi dalam setiap laporan yang ditulis Kompas.

Pengembangan bisnis harus sejalan dengan kepercayaan pembaca.

Maka dari itu Kompas selalu mengedepankan rasa kepercayaan dari masyarakat.

Baca Juga: Rela Pasang Persugihan Demi Cuan, Anak Indigo Ini Sebut ada Sosok Artis yang Tumbalkan Dirinya Sendiri Usai Meninggal, Siapa?

Pada 1980, setelah 15 tahun Bersama PK Ojong mengembangkan Kompas, Ojong meninggal dalam tidurnya.

Hal ini membuat Jakob yang awalnya hanya berfokus pada editorial harus mengurus Kompas dalam aspek bisnis juga.

Dengan sifat penuh kerendahan hati, akhirnya Jakob berhasil mengembangkan Kompas Gramedia Group dalam berbagai sektor bisnis.

Baca Juga: Seorang Anak Divonis Telah Meninggal, Keluarga Kaget Saat Dimandikan Jenazah Membuka Mata dan Hidup Lagi! Ternyata Ini yang Terjadi

Jakob juga aktif dalam berbagai organisasi dalam maupun luar negeri.

Beliau pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Anggota DPR Utusan Golongan Pers, Pendiri dan Anggota Dewan Kantor Berita Nasional Indonesia, Anggota Dewan Penasehat PWI, Anggota Dewan Federation Internationale Des Editeurs De Journax (FIEJ), Anggota Asosiasi Internasional Alumni Pusat Timur Barat Honolulu, Hawai.

Biodata Jakob Oetama

Baca Juga: Seorang Anak Divonis Telah Meninggal, Keluarga Kaget Saat Dimandikan Jenazah Membuka Mata dan Hidup Lagi! Ternyata Ini yang Terjadi

Info Pribadi

Nama : Jakob Oetama

Nama Kecil : Raden Bagus To

Baca Juga: Meninggal di Puncak Karirnya, Nike Ardilla Punya Permintaan Tak Biasa 10 Hari Sebelum Tabrakan Maut di Martadinata, Sebuah Firasat?

Tempat, Tanggal Lahir: Magelang, 27 September 1931

Alamat: Rumah Jalan Sriwijaya 40, Kebayoran, Jakarta Selatan

Kantor Gedung Kompas Gramedia, Jl. Palmerah Sel. No.26-28, RT.4/RW.2, Gelora, Kec. Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10270

Baca Juga: Sebut Saudaranya yang Wafat sebagai Sahabat Terbaik, Donald Trump Malah Sibuk Kampanye dan Terancam Lewatkan Pemakaman Sang Adik

Ayah : Raymundus Josef Sandiyo Brotosoesiswo

Ibu : Margaretha Kartonah

Saudara : Hendroatmodjo, Soenarko, Prayogo

Baca Juga: Sebut Saudaranya yang Wafat sebagai Sahabat Terbaik, Donald Trump Malah Sibuk Kampanye dan Terancam Lewatkan Pemakaman Sang Adik

Anak : Lilik Oetama, Irwan Oetama

Cucu : Geraldine Oetama

Mendapat Penghargaan Achmad Bakrie

Pendiri Kompas yang menjabat Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama Raih Penghargaan Achmad Bakrie.

Baca Juga: Meninggal di Puncak Karirnya, Nike Ardilla Punya Permintaan Tak Biasa 10 Hari Sebelum Tabrakan Maut di Martadinata, Sebuah Firasat?

Penghargaan Achmad Bakrie Untuk Negeri ditujukkan untuk tokoh-tokoh yang telah berjasa dalam kehidupan intelektual bagi bangsa Indonesia.

Pada Penghargaan Achmad Bakrie ke-17 yang digelar di XXI Ballroom Djakarta Theater, Jakarta itu, ada empat tokoh inspirasional yang terpilih.

Meninggal Dunia

Baca Juga: Meninggal di Puncak Karirnya, Nike Ardilla Punya Permintaan Tak Biasa 10 Hari Sebelum Tabrakan Maut di Martadinata, Sebuah Firasat?

Tokoh pendiri Kompas Gramedia (Koran Kompas) Jakob Oetama meninggal dunia, Rabu 9 September 2020.

Jakob Oetama meninggal dunia di usia 88 tahun setelah mengalami perawatan di Rumah Sakit.

Sampai berita ini ditulis, jenazah sedang berada di rumah sakit dan akan disemayamkan di kantor Kompas Gramedia untuk mendapatkan penghormatan sebelum dimakamkan.

(*)

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Biodata Jakob Oetama, Pendiri Kompas Gramedia yang Meninggal Hari Ini, Geluti Jurnalistik Sejak Muda

Editor : Hinggar

Sumber : Surya Malang

Baca Lainnya