Tempuh Pedalaman Pegunungan Bintang Papua Harus Pakai Helikopter, Sampai-Sampai Harga Mi Instan Setara Emas dan Beras 10 Kilogram Dihargai Rp 2 Juta!

Jumat, 03 Juli 2020 | 11:01
Kolase Kompas.com - Sajian Sedap

Tempuh Pedalaman Pegunungan Bintang Papua Harus Pakai Helikopter, Sampai-Sampai Harga Mi Instan Setara Emas dan Beras 10 Kilogram Dihargai Rp 2 Juta!

GridStar.ID - Siapa sangka, daerah di Indonesia ini memiliki harga jual beras dan mi instan fantastis.

Bukan tanpa alasan, daerah pegunungan yang berada di pedalaman ini memiliki akses yang sulit.

Hal ini mengakibatkan harga logistik pangan pun melonjak.

Baca Juga: Hoax Kabar Mamah Dedeh Meninggal Dunia, Terungkap Sifat Asli sang Pendakwah Kondang Ini yang Kelewat Dermawan Selalu Siapkan 200 Karung Beras untuk Orang Kelaparan di Rumah Mewahnya yang Bernuansa Emas!

Harga satu karung berukuran di 10 kilogram di kawasan tambang emas tradisional di Korowai, tepatnya di Maining 33, Distrik Kawinggon, Kabupaten Pegunungan Bintang mencapai Rp 2 juta.

Tak hanya beras. Harga satu kardus mi instan dijual seharga Rp 1 juta.

Bahkan ada satu kardus mi instan ditukar dengan emas dua gram.

Baca Juga: 4 Hal Ini Wajib Dihindari dalam Pembuatan Ketupat Agar Tidak Cepat Lembek dan Basi saat Disajikan Makan Bersama Keluarga di Momen Lebaran

"Mi instan satu karton kalau ditukar dengan emas itu, dua gram, satu karton Rp 1 juta, satu bungkus Rp 25.000," kata salah satu pengelola Koperasi Kawe Senggaup Maining Hengki Yaluwo di Korowai, Rabu (01/07).

" Beras 10 kilogram itu emas empat gram, kalau dibeli dengan uang, satu karung itu harganya Rp 2 juta," kata dia.

Selain bahan makanan pokok, harga bahan lain juga cukup tinggi. Satu ikan kaleng berukuran besar dijual seharga Rp 150.000.

Baca Juga: Bikin Hati Bergetar, Timbun 200 Kg Beras di dalam Rumah Menterengnya yang Berlapis Emas, Ternyata Mamah Dedeh Juga Beberkan Miliki Ritual Harian yang Buat Takjub Alvin Adam

Sedangkan untuk ponsel dibanderol seharga 10 gram sampai 25 gram emas.

Wilayah Korowai, Kabupaten Pegunungan Bintang masuk kawasan terisolir dan tertinggal.

Kawasan Korowai sendiri diapit lima kabupaten, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digooel, dan Kabupaten Mappi.

Baca Juga: Blak-blakan, Mbak You Beri Peringatan dari Terawangannya yang Mengerikan, April hingga Juni Corona Menjadi-jadi, Sebut Tanaman Ini Bisa Jadi Penyelamat: Kita Tidak Bisa Beli Beras!

Walapun diapit lima kabupaten, kawasan tersebut belum pernah tersentuh pembangunan Untuk menjangkau wilayah tersebut, warga harus menggunakan helikopter dari Kabupaten Boven Digoel.

Lalu mereka melanjutkan perjalanan menggunakan long boat dari Boven Digoel selama satu hari dan berjalan kaki selama dua hari menuju kawasan tambang Korowai.

Wilayah Korowai diapit lima kabupaten, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digooel, dan Kabupaten Mappi.

Baca Juga: Dijuluki Pengacara Rp30 Miliar, Mendadak Hotman Paris Pakai Celana Pendek Compang-Camping Sambil Tenteng Karung Beras, Ada Apa?

Ben Yarik salah satu pemilik dusun Kali Dairam Korowai di Maining 33, mengatakan, suku Korowai adalah penghuni asli kawasan itu.

"Bertahun-tahun pemerintah tidak pernah membangun Korowai, Tuhan yang memberikan hasil emas bagi kami, sehingga kami bisa menambang dan membantu kami," kata Ben.

Ben mengatakan, tambang emas tradisional adlah salah satu mata pencaharian masyarakat setempat.

Baca Juga: Pilu, Tak Ingin Ambil Risiko Tulari Keluarga di Kampung dengan Virus Corona, Dua Mahasiswi Ini Terpaksa Karantina Mandiri di Gubuk Empang Berbekal Beras dan Lauk-pauk Seadanya

Ia berharap pemerintah tak menutup penambangan tradisional itu karena kawasan tambang tradisional itu menghidupi ekonomi masyarakat sekitar.

"Kasihan ini, banyak masyarakat tidak lagi diperhatikan dan terus tertinggal. Selagi masih ada emas yang menjamin," ujarnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Di Pedalaman Pegunungan Bintang Papua, Beras 10 Kilogram Dijual Rp 2 Juta dan Mi Instan Ditukar Emas

Editor : Tiur Kartikawati Renata Sari

Sumber : kompas

Baca Lainnya