GridStar.ID - Kementerian Pertanian melarang peredaran telur ayam boiler.
Telur ayam berwarna coklat ini memang menjadi primadona masyarakat.
Pasalnya, telur ayam boiler dapat dijadikan hidangan yang murah meriah.
Akan tetapi kali ini pemerintah melarang peredaran telu ayam boiler atau infertil di pasaran.
Kenapa demikian?
Telur infertil umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging, di mana telur yang tidak menetas atau sengaja tak ditetaskan, seharusnya tak dijual sebagai telur konsumsi di pasar.
Perusahaan memilih menjual telur dengan alasan suplai anakan ayam DOC (day old chick) yang sudah terlalu banyak, sehingga biaya menetaskan telur lebih mahal dari harga jual DOC.
Baca Juga: Siram Air dan Saling Cambuk, Ini 4 Tradisi Unik Perayaan Paskah Dunia
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menjelaskan, sebenarnya telur HE layak konsumsi.
Namun, telur infertil lebih cepat membusuk karena berasal dari ayam betina yang sudah dibuahi pejantan.
"Terkait telur HE sebenarnya pada aturan yang ada adalah integrator (perusahaan breeding) tidak boleh memperjualbelikan telur itu. Walaupun sebenarnya telur tersebut layak dikonsumsi," jelas Ketut kepada Kompas.com, Rabu (06/05).
Melansir Sosok.ID mengingat telur boiler ini cepat busuk, sedangkan untuk pendistribusian bisa sampai ke beberapa tangan, maka hal ini tidak disarankan.
Idealnya, telur HE harus segera dikonsumsi tak lebih dari seminggu setelah keluar dari perusahaan pembibitan atau integrator.
"Terkait telur HE mungkin saja oleh integrator breeding niatnya telur HE dimusnahkan atau dibagikan ke orang atau masyarakat miskin sebagai CSR, tapi oleh oknum tertentu mungkin saja diperjualbelikan," ujar dia.
Pertimbangan lain, menurut Ketut, peredaran telur HE ke pasar akan mengganggu harga telur yang diproduksi peternak ayam layer, karena harganya jauh lebih murah.
"Karena telur tersebut akan mengganggu telur peternak layer," tutur Ketut.
Melansir Kompas.com sebagai informasi, larangan menjual telur HE diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Ia menegaskan, Kementan tak segan untuk menindak perusahaan breeding yang melanggar aturan peredaran telur HE atau telur infertil.
Namun, untuk menindak, perlu ada bukti yang mendukung lantaran penjual telur HE adalah oknum perusahaan.
"Tapi, oleh oknum tertentu mungkin saja diperjualbelikan, ini kan membutuhkan pembuktian. Kami pasti menurunkan PPNS jika ada laporan tertulis dari masyarakat, atau pihak yang merasa dirugikan, kejadiannya di mana, bukti-buktinya apa, dan seterusnya. Selanjutnya PPNS akan koordinasi dengan Korwas (Koordinator Pengawas) di mana kejadian itu terjadi," tukas Ketut.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Jatim Rofiyasifun mengungkapkan, lantaran berasal dari telur yang tak terpakai atau produk buangan breeding, harga telur ayam infertil ini sangat murah.
Harganya hanya berada di kisaran Rp 7.000 per kg, jauh di bawah harga telur ayam ras yang umumnya dijual di pasar di atas Rp 20.000 per kg.
"Murah karena telur ini harus segera cepat dijual, karena dia akan cepat busuk dalam seminggu. Makanya dijual sangat murah. Dari sisi kualitas juga kurang. Telur HE harusnya dimusnahkan atau untuk CSR perusahaan," kata Rofiyasifun.
Melansir Sosok.ID, seorang agen telur menjual telur HE dengan harga sangat murah, yakni Rp 200 per butirnya.
Jika rata-rata telur setiap kilogramnya berisi 20 butir, artinya harga telur HE cuma Rp 4.000 per kilogram.
(*)