GridStar.ID-Wabah virus corona atau yang juga dikenal dengan covid-19 saat ini menjadi momok paling mengerikan bagi umat manusia.
Virus yang digadang-gadang berasal dari Kota Wuhan, China ini hingga detik ini telah berhasil menginfeksi hampir ke seluruh negara di muka bumi.
Tak hanya itu, wabah corona juga seakan-akan meluluh-lantakkan dunia di berbagai sektor, khususnya sektor ekonomi.
Bahkan negara Adikuasa, Amerika Serikat pun harus menghadapi krisis ekonomi dikarenakan wabah ini.
Mengutip dari Gridhot.id, Amerika Serikat (AS) berencana menerbitkan obligasi senilai US$ 3 triliun atau senilai Rp 45.300 Triliun.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan AS tersebut akan memberi dampak pada Indonesia.
"Dampaknya memang ada dua, ke pasar obligasi dan ke nilai tukar rupiah kita," terang Perry, Rabu (6/5) via video conference.
Bila AS kembali menerbitkan obligasi senilai US$ 3 triliun, berarti suplai US Treasury akan meningkat sehingga likuiditasnya pun akan meningkat.
Ini bisa berpotensi meningkatkan suku bunga US Treasury.
Meski begitu, Perry melihat bahwa peningkatan suku bunga tersebut tidak akan terlalu tinggi, sehingga membuat Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia masih akan tetap dilirik oleh investor global.
"Memang suku bunga akan naik, tapi nggak terlalu tinggi. Kalau lihat yield, SBN kita yang bunganya 7,9% - 8,08%. Perbedaan suku bunganya masih tinggi sehingga masih menarik investor global untuk membeli SBN kita," tambah Perry.
Ia menambahkan, penerbitan obligasi ini berpotensi membuat dollar AS melemah.
Dengan pelemahan dollar AS dan masih adanya prospek inflow ke SBN Indonesia, maka ini menjadi peluang emas bagi penguatan nilai tukar rupiah ke depan.
"Jadi kekuatan dollar berkurang dan inflow ke Indonesia masih tinggi. Jadi masih ada ruang penguatan rupiah. Itu pengaruhnya," imbuh Perry. (*)
Artikel ini telah tayang di Gridhot.id dengan judul "Hutang Rp 43 Ribu Triliun Menanti Amerika, Indonesia Justru Diprediksi Akan Bersenang-senang, Begini Nasib Rupiah ke Depan di Tengah Krisisnya Ekonomi Paman Sam"