GridStar.ID - Konflik klaim budaya antara Malaysia dan Indonesia sudah berlangsung lama.
Klaim budaya ini sempat menjadi perdebatan panas baik di masyarakat hingga kalangan pejabat.
Salah satunya tentang klaim Malaysia atas Reog Ponorogo beberapa tahun lalu.
Selain Reog, budaya Indonesia lain yang sempat diklaim Malaysia yakni Batik, Tari Pendet dan lagu Rasa Sayange.
Dengan percaya diri, Malaysia menyebut itu semua adalah warisan budaya mereka.
Namun ternyata bukan hanya dengan Indonesia saja Malaysia terlibat konflik terkait klaim budaya.
Rupanya Negeri Jiran juga pernah bersitegang mengenai klaim budaya dengan Singapura.
Dikutip dari Kompas.com pada Jumat (31/8/2018) Singapura berusaha mendapatkan pengakuan ke PBB bahwasanya jajanan jalanan kaki lima merupakan kebudayaan mereka.
Hal ini didasari atas banyaknya penjual jajanan kaki lima yang berjualan berbagai macam makanan di negaranya yang berwilayah kecil itu.
Bahkan PM Singapura Lee Hsien Loong sampai mendaftarkan jajanan jalanan kaki lima yang di sana dinamai 'Hawkers' ke UNESCO sebagai identitas negaranya.
Ia berharap budaya street food sah menjadi milik Singapura.
Malaysia kemudian mencak-mencak akibat klaim Singapura tersebut.
Pihak Malaysia mengaku bahwa jajanan kaki lima berasal dari Malaysia karena di negaranya lebih beraneka ragam makanannya.
Salah seorang koki selebriti Malaysia Redzuawan Ismail atau Chef Wan mengatakan, upaya Singapura ini tidak masuk akal.
"Jika Anda berbicara soal makanan jalanan, bukan hanya Singapura yang memiliki budaya ini."
"Mengapa Anda menginginkan paten UNESCO? Apa istimewanya?" kata Chef Wan.
Penegasan berlanjut, seorang chef lagi asal Malaysia, Ismail Ahmad bersikukuh jika negaranya adalah surga makanan jalanan.
Ia berpendapat justru Malaysia lah yang seharusnya mendapat pengakuan tersebut.
"Bahkan warga Singapura datang ke Malaysia untuk menikmati makanan jalanan kami," ujar Ismail.
Namun amarah warga Malaysia tak digubris Singapura.
Pemerintah Singapura menganggap ini bukan sekedar makanan, namun menyangkut warisan dan identitas negara Singapura.
"Ini tentang warisan budaya makanan jalanan yang mengikat masyarakat dan didukung pemerintah serta industri."
"Semua ini tentang komunitas," ujar kritikus makanan KF Seetoh.
Kedua negara memiliki hubungan kurang mesra sejak Singapura memerdekakan diri dari Malaysia pada 1965 dan masalah makanan jalanan ini semakin memanaskan situasi.
Bersyukurlah kita sebagai rakyat Indonesia yang mempunyai berjibun sebagai kekayaan kebudayaan nasional karena identitas suatu bangsa/negara amat bernilai mahal.
(*)
Artikel ini telah tayang di Grid.ID dengan judul Kena Karma, Giliran Kebudayaan Malaysia Diklaim Oleh Negara Lain