GridStar.ID-Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mendorong pemerintah memperketat syarat masuk Indonesia, khususnya terhadap warga asal China.
Ini merespons tingginya lonjakan kasus Covid-19 di Negeri Tirai Bambu itu beberapa waktu terakhir.
"Indonesia sudah waktunya untuk memperkuat skrining atau pengetatan kriteria masuk dari China khususnya, dan juga tentu dari negara yang berpotensi mengalami lonjakan subvarian Covid-19," jelas Dicky kepada Kompas.com, Kamis (29/12).
Dicky mengatakan, pengetatan bisa dilakukan dengan kembali memberlakukan sejumlah syarat, misal mewajibkan pelaku perjalanan divaksin covid-19 booster dengan durasi maksimal 6 bulan terhitung sejak waktu perjalanan.
Kemudian kembali mewajibkan pelaku perjalanan menunjukkan hasil negatif tes PCR. Jika pelaku perjalanan menunjukkan gejala Covid-19, dianjurkan bagi mereka melakukan tes ulang setibanya di Indonesia.
Pemerintah juga disarankan kembali menerapkan karantina bagi mereka yang baru tiba di Tanah Air. Menurut Dicky, durasi karantina tak perlu berlama-lama seperti dahulu satu sampai dua minggu, tapi cukup tiga hari saja.
"Tidak mesti tes lagi kecuali ada gejala. Tapi setidaknya dalam tiga hari dia menetap di hotel (tempat karantina) yang dituju itu atau tenmpat yang dituju itu dia tidak menunjukkan gejala," ucapnya.
Meski demikian, kata Dicky, pemerintah tak perlu sampai melarang kedatangan warga dari China atau negara-negara lainnya.
Namun, jika tak ada urusan genting, warga Indonesia diimbau untuk menunda rencana berpergian ke China dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga: BPOM Perbolehkan Vaksin Covid-19 Pfizer Untuk Anak 6 Bulan, Ini Rincian Pengguaan Dosisnya
"Setidaknya sampai Februari pertengahan atau akhir. Kita lihat situasi gelombang yang diprediksi apakah memang akan berlangsung selama 3 bulan dan sekarang kan kurang lebih sudah lebih dari sebulan," tambahnya.
Dicky menambahkan, tingginya penularan Covis-19 di China seharusnya menjadi peringatan dini bagi pemerintah RI.
Apalagi, subvarian virus baru BF.7 yang kini merebak diduga mampu menembus antibodi tubuh, baik yang dihasilkan vaksin maupun imunitas alami akibat terpapar virus corona.
"khusus untuk (kasus Covid-19) China ini memang mau tidak maup kita harus khawatir karena potensi perburukannya cukup besar," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah Provinsi Zhejiang, China melaporkan 1 juta kasus infeksi Covid-19 harian terbaru pada Minggu (25/12). Jumlah ini diperkirakan akan berlipat ganda pada hari-hari mendatang.
Lonjakan infeksi Covis-19 itu menyebabkan kenaikan angka pasien virus corona di banyak rumah sakit di China.
Pemerintah China pun telah mengambil sejumlah langkah merespons situasi tersebut, salah satunya dengan membatasi penerbangan ke sejumlah negara, termasuk Indonesia.
"Pemerintah China sendiri yang membatasi (penerbangan), kami ikut kebijaksanaan mereka, kalau dulu mereka membatasi satu maskapai ke satu kota, sekarang mereka hanya membatasi 15 frekuensi," jelas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Maria Kristi Endah Murni, Selasa (27/12).
"Jadi China yang membatasi sendiri untuk tidak terlalu banyak diakses oleh negara lain," imbuhnya.
(*)