GridStar.ID - Temuan baru subvarian omicron BA.2.75 atau Centaurus, telah terkonfirmasi telah ada di Indonesia.
Subvarian omicronBA.2.75 atau Centaurus pertama kali ditemukan di India.
Kemudian kasus ini mulai menyebar ke beberapa negara seperti Amerika Serikat hingga Australia.
Kasus ini juga telah terkonfirmasi ada di Indonesia, dengan tiga kasus subvarian terdeteksi di dua lokasi, yaitu Bali dan Jakarta.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pada Senin (18/07).
Kasus subvarian BA.2.75 di Bali merupakan kasus impor karena kedatangan dari luar negeri, sedangkan kasus di Jakarta kemungkinan besar merupakan transmisi lokal.
Saat ini, pemerintah tengah mencari sumber dari kasus subvarian Centaurus yang berasal dari India ini.
Karakteristik subvarian BA.2.75
Subvarian yang dijuluki Centaurus pertama kali muncul di India pada Mei lalu, dan sejak saat itu menyebar ke negara-negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Australia.
Subvarian BA.2.75 adalah turunan substrain BA.2 Omicron yang menyebabkan gelombang terakhir Covid-19 pada April 2022.
Subvarian ini dikhawatirkan atas penularannya yang cepat, serta lebih menghindari kekebalan dari vaksin dan infeksi sebelumnya.
Akan tetapi, belum ada bukti bahwa subvarian BA.2.7.5 menyebabkan penyakit yang lebih serius dibandingkan varian Omicron asli yang berkembang.
Sejauh ini masih belum banyak yang diketahui tentang BA.2.75, namun kemungkinan subvarian ini lebih mudah menghindari pertahanan yang dibangun terhadap SARS-CoV-2.
Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Soumya Swaminathan menyampaikan, subvarian ini tampaknya memiliki beberapa mutasi di dominan pengikatan reseptor dari protein lonjakan.
Meski begitu, masih terlalu dini untuk mengetahui seberapa baik strain dapat menghindari kekebalan atau tingkat keparahannya.
Lebih lanjut, Direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Jenewa Antoine Flahault menjelaskan, penyebaran BA.2.75 di India mengindikasikannya bisa lebih menular dibandingkan subvarian Omicron BA.5, yang mendorong gelombang baru di Eropa dan AS.
“Tampaknya menjadi strain dominan di India, dan apakah itu akan menjadi strain dominan di seluruh dunia,” papar Flahault.
Awal bulan ini, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mendaftarkan BA.2.75 sebagai varian dalam pemantauan.
Secara terpisah, seorang ahli penyakit menular dari University of East Anglia Profesor Paul Hunter menyampaikan, gelombang BA.275 kemungkinan bisa menjadi yang paling tidak mematikan.
Analisis awal menunjukkan subvarian BA.2.75 lebih mudah menular dibandingkan BA.2 dan BA.5, tapi belum ada bukti menunjukkan subvarian BA.2.75 lebih mungkin menyebabkan penyakit serius.
Gejala BA.2.75 atau Centaurus
Seperti namanya, BA.2.75 terkait dengan subvarian BA.2 Omicron yang kini merupakan strain dominan di Amerika Serikat dari sekitar pertengahan Mei hingga pertengahan Juni.
Baik subvarian BA.2, BA.2.75, BA..4, dan BA.5 semuanya serupa, tapi memiliki mutasi berbeda yang membuat masing-masing subvarian ini unik.
Dilansir dari Health, kesamaan tersebut memberikan dasar bagi para ahli untuk memprediksi penyebaran BA.2.75.
Gejala ringan yang terkait dengan Omicron dan subvariannya meliputi batuk, kelelahan, hidung tersumbat dan pilek.
Artinya, strain BA.2.75 juga bisa mempengaruhi orang dengan cara serupa.
Lebih lanjut, BA.2.75 juga memiliki mutasi pada protein lonjakannya yang mirip dengan subvarian BA.4 dan BA.5.
Subvarian Centaurus tampaknya mempunyai delapan mutasi tambahan yang mungkin memberikan keunggulan dalam hal replikasi dan penyebarannya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulSubvarian BA.2.75 Centaurus Terdeteksi di Indonesia, Kenali Karakteristiknya