GridStar.ID - Anak menjadi harta paling berharga yang dimiliki orang tua.
Entah bagaimana jika harus berpisah dengan buah hati kita setelah mereka dilahirkan.
Sepasang suami istri asal India terpaksa menjual bayi mereka ke rumah sakit.
Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa memenuhi biaya administrasi persalinan.
Dilansir dari Daily Mail, Shiv Charan dan istrinya Babita harus membayar biaya persalinan sebesar 35.000 rupee atau sekitar Rp 6,8 juta.
Tagihan sebesar itu membuat keduanya kewalahan.
Bagaimana tidak, Shiv sehari-hari hanya bekerja sebagai tukang becak.
Alhasil, rumah sakit berinisiatif meminta Shiv dan istrinya agar mau menjual bayi tersebut.
Rumah sakit membelinya seharga 100.000 rupee atau Rp 19,6 juta untuk melunasi tagihan mereka.
Manajer rumah sakit, Seema Gupta mengatakan bahwa bayi laki-laki itu akan diadopsi bukannya dijual.
Dia juga mengklaim bahwa Riv dan Babita sudah menandatangani persetujuan.
Riv dan Babita sebelumnya sudah memiliki lima anak.
Pekerjaan sehari-hari sebagai tukang becak, hanya menghasilkan uang 100 rupee (Rp 20 ribu) per hari untuk kehidupan mereka.
Selain itu, pabrik sepatu tempat putra sulung mereka bekerja ditutup karena Covid-19.
Meski tidak mampu membayar persalinan hingga bayinya dijual, Babita mengaku ingin membawa anaknya pulang.
Rumah sakit mengklaim bahwa Riv dan istrinya sudah menyelesaikan semua dokumen terkait bayi mereka.
Namun, Riv mengatakan bahwa dia dan istrinya tidak bisa membaca atau menulis dan semua dokumen itu disetujui dengan sidik jari.
Hakim setempat, Prahbu N Singh mengatakan, dugaan penjualan bayi itu akan diselidiki lebih lanjut.
Diyakini bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit tersebut, akan dijual kepada orang tua yang ingin mengadopsi anak.
Melansir Tribunnews.com, sebelumnya pemerintah India telah memperingatkan adanya perdagangan bayi.
Transaksi seperti ini menyebabkan anak yang diadopsi tidak sah di mata hukum.
Akibatnya jumlah pasangan yang ingin mengadopsi lebih banyak daripada jumlah anak yang bisa diadopsi secara sah, kira-kira berbading 7:1.
(*)