GridStar.ID - Baru-baru ini gejala baru covid-19 yang disebut Happy Hypoxia ditemukan pada 3 pasien corona di Banyumas.
Gejala ini berbahaya lantaran tak ada gejala umum khas covid-19 seperti batuk, demam, sesak napas.
Pasien tidak mengalami penurunan kesehatan padahal saturasi oksigen dalam darah rendah hingga bisa menyebabkan ketidaksadaran hingga kematian.
Melihat gejala yang tidak terlihat itu, epidemiolog Dicky Budiman menyebutnya sebagai gejala yang menyulitkan deteksi dini kasus Covid-19.
"Ini adalah salah satu dari sekian banyak gejala yang karakternya unik untuk Covid-19.
Ini juga salah satu yang relatif mempersulit deteksi dini," kata Dicky, Jumat (28/8/2020).
"Karena dari tampilan kadang menipu, pasien terlihat biasa saja tidak ada keluhan.
Tapi ketika diperiksa lebih detail salah satunya dengan oksimeter, saturasi oksigennya dia menurun," tambah Dicky.
Menurutnya gejala happy hypoxia pada kasus Covid-19 sudah ditemukan para peneliti beberapa bulan yang lalu, jadi bukan sesuatu yang relatif baru.
Hanya saja masyarakat di Indonesia dimungkinkan baru menerima informasinya belum lama ini.
Masih menurut Dicky, happy hypoxia bisa menyebabkan banyak kasus pasien Covid-19 menjadi semakin parah.
"Dan ini adalah salah satu fenomena yang akhirnya juga menyebabkan banyak kasus yang tadinya dari derajat sedang menjadi lebih parah atau kritis, karena perubahannya bisa sangat cepat," ungkapnya.
Covid-19 banyak disebut sebagai satu penyakit yang memiliki 1.000 wajah atau dengan keluhan yang berbeda-beda, sehingga cukup sulit untuk mendeteksinya.
"Kecuali dengan pemeriksaan fisik yang teliti, yang hati-hati juga.
Termasuk ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti PCR ataupun pemeriksaan rontgen dan CT Scan," jelas Dicky. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sulit Dideteksi, Epidemiolog Ingatkan Gejala Covid-19 Happy Hypoxia