GridStar.ID - Di tengah pandemi covid-19, tak sedikit dokter yang akhirnya menjadi korban meninggal dunia.
Kelelahan ditambah tekanan stres karena membludaknya pasien covid juga menjadi tantangan tenaga kesehatan.
Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada Sabtu, (08/08).
Menurut Mahfud, banyak dokter tersebut menjadi korban karena lelah dan stres hingga akhirnya terkena Covid-19. Karena itu, kata Mahfud, pemerintah memberi perhatian khusus terhadap mereka.
Pemerintah menyediakan insentif dan santuan pada para tenaga medis secara keseluruhan.
Dari data Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) ada 74 dokter yang meninggal dalam 5 bulan terakhir karena virus corona Covid-19.
Lantas, benarkah banyak dokter yang meninggal itu juga karena lelah dan stres menangani pasien Covid-19?
Mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai hal tersebut, Kompas.com menghubungi Sekretaris Tim Audit dan Advokasi Kematian Dokter PB IDI, Dr. dr. Mahlil Ruby, MKes.
Menurut Ruby, ungkapan Mahfud MD yang mengatakan banyak dokter kelelahan dan stres menangani pasien Covid-19 hingga akhirnya meninggal, merupakan hubungan secara tidak langsung.
Tetapi, lanjut Ruby, bahwa memang benar banyak dokter yang kelelahan karena harus menangani pasien Covid-19 yang cukup banyak sehingga dokter juga kurang istirahat.
Di sisi yang lain, para dokter juga bekerja dalam lingkungan risiko tinggi tertular Covid-19 sehingga dapat menimbulkan stres dalam bekerja.
"Kedua kondisi ini dapat menyebabkan turunnya imunitas tubuh dokter," kata Ruby kepada Kompas.com, Minggu (9/8/2020).
Ruby menambahkan, hal itu diperparah dengan masih banyak manajemen rumah sakit yang belum melakukan pengurangan jumlah pasien.
Selain itu, kata dia, jam pelayanan kepada pasien rawat jalan yang juga belum dikurangi turut menjadi beban tersendiri bagi para dokter.
"Belum dilakukannya pengurangan jam pelayanan yang harus dilayani di rawat jalan di rumah sakit, menambah lelah lagi. Plus meningkatkan penularan dari pasien-pasien yang positif tapi tanpa gejala," ungkap Ruby.
Ruby melanjutkan, bahkan di beberapa rumah sakit tidak menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi para dokter secara memadai.
"Jadi lelah dan stres salah satu pemicu dokter mudah terinfeksi Covid-19," kata Ruby.
Agar jumlah dokter yang meninggal karena Covid-19 tidak semakin bertambah, PB IDI mendorong rumah sakit untuk memperbaiki manajemen pengelolaan pasien di rumah sakit.
"Jangan memberi beban penanggung jawab pasien hanya satu dokter dalam penanganan Covid-19, tapi adalah tim sehingga dokter dapat diberi waktu dua hari atau minimal sehari istirahat setelah sehari memberikan pelayanan Covid-19," ujar Ruby.
Kemudian, perlu dilakukan juga peningkatan pencegahan infeksi Covid-19 di rumah sakit berupa melengkapi para dokter dengan APD.
Apabila persedian di rumah sakit terbatas, pemerintah seharusnya berusaha bagaimana caranya agar persediaan APD dapat tercukupi.
"Perketat skrining pasien yang datang ke fasilitas kesehatan dan batasi jam dan jumlah pasien rawat jalan. Jika kasus ringan maka cukup konsultasi online saja dan obat dikirimkan ke rumah pasien," lanjut Ruby.
Para dokter dan tenaga medis lain, kata Ruby, juga harus melakukan swab tes setiap 15 hari sekali agar dapat terdeteksi lebih awal.
Mengenai biaya swab tes tersebut, Ruby mendesak agar didukung dari dana yang berasal dari pemerintah.
"Biaya ini sudah seharusnya pemerintah mendukung dari dana Covid-19 yang ratusan triliun itu. Jangan diserahkan hal-hal ini ke mekanisme pasar," kata Ruby.
"Pemerintah juga harus menjaga ketersediaan seluruh alat, obat, bahan habis pakai medis untuk pemeriksaan dan dilakukan pembayaran segera kepada rumah sakit agar rumah sakit memiliki cash flow untuk pelayanan selanjutnya," sambungnya.
Ruby menambahkan, pemerintah juga dituntut untuk tetap menggencarkan kampanye pencegahan Covid-19 seperti mencuci tangan, memakai masker, jaga jarak dan lainnya.
Masyarakat, Ruby melanjutkan, juga harus harus ingat dan patuh akan protokol kesehatan saat masa adaptasi kehidupan baru.
"Pengawasan dan law enforcement sangat dibutuhkan untuk masyarakat patuh. Karena dokter dan fasilitas kesehatan adalah garda belakang, maka masyarakat menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi ini," ujar Ruby.
Ruby berharap agar ke depannya tidak ada lagi dokter yang gugur dalam upaya menangani pasien virus corona di Indonesia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Banyak Dokter Meninggal karena Lelah dan Stres Tangani Pasien Covid-19, Benarkah?