Meninggalnya ABK yang Dilarung ke Laut Ramai Diberitakan Media Korea Selatan, Susi Pudjiastuti Akhirnya Angkat Bicara: Saya Sudah Teriak Sejak Tahun 2005!

Kamis, 07 Mei 2020 | 13:30
MBC/Screengrab from YouTube/Instagram @susipudjiastuti115

Meninggalnya ABK yang Dilarung ke Laut Ramai Diberitakan Media Korea Selatan, Susi Pudjiastuti Akhirnya Angkat Bicara: Saya Sudah Teriak Sejak Tahun 2005!

GridStar.ID - Media yang ada di Korea Selatan beberapa waktu yang lalu menyoroti tentang Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China dan meninggal hingga jasadnya dilarung ke laut.

Video tersebut viral dan diberitakan oleh MBC News, yang merupakan media yang berasal dari Korea Selatan.

Video tersebut kemudian dijelaskan kembali oleh Youtuber asal Korea Selatan, Jang Hansol dalam channelnya Korea Roemit.

Baca Juga: Miliki Hunian Seluas 5 Hektar, Intip Rumah Mewah Susi Pudjiastuti yang Ditempati 400 Orang hingga Dilengkapi Simulator Penerbangan

Unggahan dari Hansol tersebut rupanya juga mendapatkan perhatian dari mantan Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti.

Melalui twitternya Susi menyampaikan mengenai Ilegal Unrepoerted Unregulated Fishing yang harus dihentikan.

Hal itu yang menyebabkan Susi kerap menenggelamkan kapal pencuri ikan ilegal di masanya.

Baca Juga: Terima Teror dari Susi, Jeritan Hati Istri Muda Limbad Lelah Dimadu: Saya Ingin Pisah, Tolong Talak Saya

Lebih lanjut Susi Pudjiastuti rupanya juga telah berbicara mengenai masalah ini sejak tahun 2005 yang lalu.

"Ilegal unreported unregulated Fishing = Kejahatan yg mengambil kedaulatan sumber daya ikan kita= sumber Protein = Ketahanan Pangan= TENGGELAMKAN !!!!!!!!!!!! Saya sudah teriak sejak tahun 2005," tulisnya dalam unggahan pada Kamis (07/05).

Baca Juga: Hadiri Pernikahan Ginanjar Empat Sekawan, Sang Mantan Istri: Rasanya Deg-degan!

Ia juga menyampaikan kerugian yang didapatkan dari Ilegal Unrepoerted Unregulated Fishing ini.

Selain melakukan pelanggaran terhadap biota laut seperti menangkap hiu untuk diambil siripnya dan dijual ke beberapa negara, ini juga digunakan untuk penyelundupan narkoba melalui laut yang sulit dilacak.

"Penyelundupan segala komoditi bukan hanya ikan yang dicuri tapi juga satwa-satwa langka, Narkoba & Kejahatan Kemanusiaan/perbudakan modern. Kejahatan yg sangat lengkap dan jahat luar biasa," ungkap Susi.

Baca Juga: Minum Air Laut hingga Diupah Rp1,7 Juta Usai 13 Bulan Bekerja, Nasib Pilu 3 Jenazah ABK Asal Indonesia di Kapal China Dilempar ke Laut, Diduga Lakukan Ilegal Fishing!

Karena kejahatan yang terjadi karena IUUF ini, banyak negara akhirnya membentuk satuan tugas, dan Presiden AS saat itu, Barack Obama membuat Task Force IUUF.

Sedangkan di Indonesia menurut Susi, Jokowi membuat satgas 115 yang dulu rencananya akan dibuat multi door yang akan menangani semua kejahatan di laut.

Baca Juga: Bak Angin Segar bagi Indonesia Usai Pandemi Corona Berakhir, Hutang Rp 43 Ribu Triliun Menanti Amerika, Begini Nasib Rupiah ke Depan di Tengah Krisisnya Ekonomi Paman Sam!

Kasus yang terjadi pada Anak Buah Kapal di Chinayang disoroti media asing ini mengingatkan Susi pada kasus perbudakan manusia di Benjina.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah lama memerangi perbudakan manusia yang terjadi setelah melakukan investigasi Benjina terungkap.

Dikutip dari Kompas.com, dalam kasus tersebut Satgas 115 mendapati 322 ABK asing terdampak di sekitaran pabrik PT Pusaka Benjina Resources (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.

Baca Juga: Kini Dikenal sebagai Sultan Andara yang Hartanya bak Tak Habis 7 Turunan, Ternyata Raffi Ahmad Pernah Ditraktir Irwansyah Makan di Warteg Lantaran Kehabisan Uang: Duit Gue Pas-pasan!

Sementara itu, kepolisian Daerah Maluku berhasil mengungkap kasus penjualan warga negara asing ke PT Pusaka Benjina Resources yang berlokasi di Kepulauan Aru, Maluku.

4 orang telah dinyatakan sebagai tersangka, satu orang merupakan Direktur PT PBR Hermanwir Martino dan tiga tersangka lain adalah Hatsaphon Phaetjakreng dan Boonsom Jaika, warga Negara Thailand, dan Muclis staf Quality Control PT PBR. (*)

Tag

Editor : Hinggar

Sumber Kompas.com, Twitter